Dejurnal.com, Garut – Ketua Garut Indeks Perubahan Strategis (GIPS), Ade Sudrajat mendorong slogan “Garut Hebat” tidak boleh hanya sekedar jargon politik atau simbol seremonial semata.
“Secara filosofi, Garut Hebat harus diuji dan dijalankan secara utuh melalui tiga pendekatan utama: sosiologis, teoritis, dan yuridis,” tandas Ade Sudrajat kepada dejurnal.com, Rabu (30/12/2025).
Ia menjelaskan, dalam perspektif sosiologis, sebuah visi daerah hanya akan bermakna jika benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dan “Garut Hebat” harus hidup sebagai living concept, bukan sekadar tulisan di baliho.
“Mengukurnya jelas, apakah mampu meningkatkan kesejahteraan, menekan kesenjangan sosial, dan menjawab kebutuhan riil warga Garut,” ujarnys.
Secara sosiologis, menurut Ade, Garut memiliki modal sosial yang kuat, mulai dari nilai religiusitas, gotong royong, hingga kekayaan kearifan lokal seperti domba Garut, akar wangi, pertanian, dan pariwisata alam.
“Kalau ‘Hebat’ tidak memperkuat identitas dan kebanggaan masyarakat Garut, maka itu kehilangan ruhnya,” tegasnyq.
Dari sisi teoritis, Ade Sudrajat memandang “Garut Hebat” sebagai konsep tata kelola pemerintahan yang harus dibangun secara logis dan konsisten. Ia menilai, istilah “Hebat” dapat dimaknai sebagai kerangka Good Governance, yang mencakup pemerintahan harmonis dengan lingkungan, efektif dan efisien, berdaya saing, akuntabel, serta transparan.
“Secara teoritis, ‘Garut Hebat’ bukan kata sifat, melainkan metodologi pembangunan. Ia harus menjadi kompas moral dan intelektual bagi setiap kebijakan publik,” kata Ade.
Menurutnya, tanpa landasan konseptual yang kuat, visi pembangunan akan mudah berubah menjadi kebijakan reaktif dan tidak berkelanjutan.
Sementara itu, dalam perspektif yuridis, Ade Sudrajat mengingatkan pentingnya legitimasi hukum. Ia menilai, filosofi “Garut Hebat” harus dituangkan secara formal dalam dokumen perencanaan daerah, terutama RPJMD yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah (Perda).
“Tanpa payung hukum, ‘Garut Hebat’ tidak memiliki kekuatan anggaran, indikator kinerja, maupun mekanisme pertanggungjawaban. Di sinilah peran DPRD dan pemerintah daerah menjadi sangat krusial,” ujarnya.
Ade juga menekankan bahwa aspek yuridis memastikan visi tersebut dapat diaudit dan diukur secara objektif. “Hukum memberi kepastian, teori memberi arah, dan sosiologi memastikan kebijakan itu benar-benar bekerja di lapangan,” tambahnya.
Menurut GIPS, keseimbangan antara ketiga aspek tersebut merupakan syarat mutlak agar “Garut Hebat” tidak berubah menjadi slogan kosong. Ade Sudrajat menyimpulkan, daerah baru bisa disebut hebat jika hukumnya ditaati, kebijakannya rasional, dan masyarakatnya merasakan keadilan serta kesejahteraan.
“Garut Hebat adalah pertemuan antara cita-cita, aturan, dan kenyataan. Jika salah satunya timpang, maka visi besar ini akan kehilangan makna strategisnya,” pungkas Ade Sudrajat.***Red














