Dejurnal.com, Garut – Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Yayasan KBHH sebagai dapur yang mensuplai program makan bergizi gratis (MBG) di Kecamatan Kadungora Garut menyebutkan bahwa keracunan yang menimpa ratusan pelajar yang terjadi pada dipastikan bukan dari makanan atau ompreng.
“Seluruh proses pengolahan dan pendistribusian makanan dilakukan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah diterapkan secara ketat. Bahan baku selalu datang dalam keadaan segar pada sore hari, lalu langsung melalui tahap pencucian dan persiapan mulai pukul 17.00 WIB. Proses pengolahan makanan dimulai pukul 19.00 WIB, sementara pemasakan khusus untuk balita dilakukan sejak pukul 00.00 WIB. Setelah selesai, makanan dipacking mulai pukul 04.00 WIB dan didistribusikan ke sekolah sekitar pukul 08.00 WIB,” jelas Akbar selaku ahli gizi di SPPG YKBHH didampingi kepala dapur, Repi kepada dejurnal.com, 30/9/2025.
Akbar menegaskan di SPPG ini tidak ada bahan baku yang disimpan dalam jangka panjang. Semua bahan langsung diolah pada hari yang sama untuk menghindari risiko makanan basi.
“Proses pemasakan pun dilakukan dua kali, yakni untuk porsi anak-anak dan dewasa, demi menjaga kualitas serta kesegaran makanan,” tandasnya.
Terkait keracunan, Akbar meyebutkan pihak SPPG menduga kuat bahwa penyebab kejadian yang menimpa siswa bukan berasal dari makanan (ompreng), melainkan diduga dari konsumsi susu pasteurisasi.
“Berdasarkan hasil wawancara dengan anak-anak yang terdampak, sebagian besar mengaku meminum susu dalam jumlah berlebihan, bahkan ada yang mengonsumsi hingga dua liter sekaligus dalam kondisi perut kosong. Hal ini dapat menyebabkan gangguan pencernaan, terutama karena kandungan glukosa yang tinggi pada susu,” terangnya.
Selain itu, terdapat miss komunikasi antara pihak dapur, sekolah, dan pengelola program terkait waktu pembagian susu. SPPG menyebutkan bahwa susu seharusnya diberikan menjelang jam pulang sekolah untuk dikonsumsi di rumah. Namun, kenyataannya susu dibagikan 30 menit sebelum makanan utama datang, sehingga anak-anak meminumnya lebih dulu. Kondisi ini diperparah dengan antusiasme anak-anak terhadap susu rasa coklat, yang seharusnya diberikan hanya untuk siswa tingkat dewasa.
“Terkait kejadian ini, kami dari pihak SPPG menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh orang tua dan korban yang terdampak. Kami tentunya berkomitmen untuk melakukan evaluasi menyeluruh, baik dalam hal komunikasi dengan pihak sekolah maupun dalam pengawasan distribusi makanan dan susu,” katanya.
Baca juga : Pelajar Garut Keracunan MBG Dirawat di Puskesmas, Guru Pencicip Ikut Jadi Korban
Sebagai langkah antisipasi, SPPG juga memutuskan untuk menghentikan sementara operasional dapur hingga hari Sabtu guna melakukan perbaikan fasilitas dan evaluasi prosedur. Selama masa jeda tersebut, sekolah akan menerima makanan kering sebagai pengganti.
“Program pemberian makanan bergizi ini sendiri telah berjalan selama delapan bulan tanpa insiden berarti. SPPG bahkan pernah menarik kembali makanan yang dianggap tidak layak konsumsi sebelum sempat dibagikan, demi mencegah risiko keracunan,” tandasnya.
Pihak SPPG berharap insiden ini menjadi pelajaran penting bagi semua pihak yang terlibat, termasuk sekolah dan orang tua, agar proses distribusi dan konsumsi susu dapat dilakukan sesuai prosedur.
“Kami tegaskan kembali bahwa hasil evaluasi sementara menunjukkan sumber masalah bukan berasal dari makanan olahan (ompreng), melainkan diduga dari pola konsumsi susu yang tidak sesuai anjuran,” pungkasnya.***Willy/Raesha