Dejurnal.com, Garut – Adanya pejabat dan pengusaha Kabupaten Garut yang ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus Proyek Revitalisasi Pasar Leles oleh Kejati Jabar, membuat masyarakat Kabupaten Garut gaduh dan mengundang para aktifis bersuara dan beropini.
Perlahan tapi pasti, Kejati Jabar mulai mengungkap kasus proyek revitalisasi Pasar Leles dan tiga pelaku sudah ditetapkan sebagai tersangka. Apakah mungkin tersangka baru akan bertambah ketika Kejati mengembangkannya?
Wakil Ketua Aliansi Media Massa Nasional Indonesia (AMMNI) Kabupaten Garut, Y. Sitorus memberikan penilaian tersendiri terkait penetapan tersangka kasus Revitalisasi Pasar Leles.
“Kenapa APH saat ini baru menetapkan tiga tersangka, yaitu satu ASN sebagai PPK berinisial P dan dua pengusaha R dan AR, ini ada yang menarik untuk dikupas,” terangnya membuka pembicaraan dengan dejurnal.com, Jumat (9/4/2021).
Menurut Sitorus, terkait kasus Revitalisasi Pasar Leles ini, menujukan adanya dugaan Bupati Garut sebagai Kepala Pemerintahan Daerah dan selaku Penanggung Jawab Anggaran dan Asset, dibayang-bayangi kepentingan keluarga dan koleganya yang akhirnya membuat para Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sebagai Pengguna Anggaran (PA) bekerja tidak optimal dalam mengambil atas sebuah kebijakan usulan teknokrat sebagaimana tertuang dalam RAPBD dan APBD, malah ikut bermain bancakan, yang akhirnya mau tidak mau Kepala Dinas / SKPD harus bertangung jawab atas seluruh kegiatan yang dikelola.
“Atas dasar tersebut terkait kasus yang sudah terjadi, apalagi kini sudah ada penetapan tersangka, bukan berarti bahwa PA telah menguasakan kepada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) rentang kendali, yang dibantu oleh Pejabat Pelaksana Tekhnis Kegiatan (PPTK), Pantia Barang Jasa (PBJ) yang didalamnya Pejabat Pembuat Komitmen ( PPK ), Pejabat Pengadaan Barang dan Jasa ( PPBJ ) dan Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP), ini bisa membiaskan hukum,” jelasnya.
Dikatakan Y. Sitorus, hal yang menarik jika kita mau menelisik lebih dalam sebuah alur penganggaran di SKPD, ada dua sisi, kalau kita melihat dari sisi kewenangan secara teknis itu Kepala SKPD sebagai PA bertanggung jawab penuh atas rangkaian kegiatan dan laporan penganggaran yang ditanda tangani oleh PA, walau PA sudah pindah ke SKPD lain, karena ada rotasi mutasi serta promosi jabatan.
“Jika kita melihat secara kebijakan maka semua dari awal perencanaan Bappeda, terakhir Bupati dan DPRD harus bisa mempertanggung jawabkannya apalagi di Kabupaten Garut tidak mengenal Tahun Anggaran Jamak,” terangnya.
Sitorus mengatakan, Kepala SKPD sebagai PA walau sudah memberi kuasa kepada KPA, PPTK dan sudah pindah posisi jika dalam kegiatan ada temuan APH dan APIP, maka sepenuhnya PA bertanggung jawab penuh yang dikerjakan oleh KPA, PPTK dan pihak pihak terkait atas permasalahan yang terjadi.
“Coba apa untung saya dan anda sebagai masyarakat Garut, inilah yang menarik dibalik kasus Revitalisasi Pasar Leles kenapa PPK dan dua pengusaha sudah ditetapkan tersangka, lalu kenapa PA, KPA, dan PPTK masih aman?” ujarnya sambil tersenyum.
Ia pun melanjutkan, lantas kenapa para PPK dan para pegawai ULP Pemda Garut pada mengundurkan diri tapi buktinya mereka masih pada kerja, atau ini merupakan sebuah manuver Bupati, SKPD, Para Pengusaha, Makelar Kasus (Markus) untuk saling mengamankan, penyelamatan dan pengamanan program?
“Fakta yang tidak bisa dipungkiri ialah akibat lemahnya Pemda Garut terkait tata kelola barang dan jasa juga sumber tenaga administrasi (SDM) yang terampil, lantas kemana ASN yang pernah ikut Diklat Barjas selama ini, atau memang ada unsur lain?” tandasnya.
Kendati demikian, Sitorus tetap menghormati dan mendorong aparat penegak hukum untuk menuntaskan kasus proyek Revitalisasi Pasar Leles ini sampai tuntas dan sampai kepada akarnya.
“Kita tunggu episode selanjutnya,” pungkasnya.***Red