Dejurnal.com, Garut – Media selain sebagai Pilar Keempat juga sebagai kontrol sosial, media merupakan wadah penyampaian informasi, hiburan, dan pendidikan, juga berfungsi sebagai. Idealisme media tersebut sudah sangat kuat dan tertanam dikalangan pekerja media, khususnya kalangan kuli tinta yang kita kenal dengan sebutan jurnalis.
Seorang jurnalis walau sekeras apapun, akibat situasi dan kondisi Pandemi Covid -19, akhirnya mau tidak mau perlahan mulai tergerus, ini tentunya berdampak terhadap sebuah pemberitaan. Dimana sisi lain Para awak media tetap harus menyuguhkan sebuah pemberitaaan, di sisi lain tertekan kondisi ekonomi kewajiban terhadap keluarga, sehingga cenderung beralih fungsi dan sarat akan kepentingan. Memang, tidak semua media dan jurnalisnya rela melacurkan idealismenya, meski demikian tidak sedikit pula yang melakukan hal sebaliknya.
Kondisi tersebut disampaikan Wakil Ketua Aliansi Media Massa Nasional Indonesia (AMMNI) Kabupaten Garut, Y. Sitorus. “Ini sebuah fakta realitas yang terjadi di kabupaten Garut, apa yang selama ini digembar gembor media sebagai pilar ke empat, mitra kerja pemerintah faktanya hanya isapsn jempol saja.
Hal tersebut sudah jelas disampaikan oleh H. Rudy Gunawan SH., MH., MP., selaku Bupati Garut di depan Asda I, Kadisdamkar, Kadiskominfo dan para kuli tinta, bahwa Pemda Garut tidak akan membayar dan menilai sebuah pemberitaan, namun hanya untuk sebuah promosi saja dan itupun media yang dianggap sinergi saja.
Lanjut Sitorus, bahkan saat ini dalam kondisi PPKM dengan aturan begitu ketat, ketika menyuguhkan sebuah fakta realitas kondisi masyarakat dilapangan, lagi-lagi para tukang kuli tinta ini harus dibenturkan dengan pihak-pihak tertentu, seolah jadi korban sandaraan / tawanan perang, hidup segan mati tak mau.
“Tidak sedikit para pejabat, menghindar dengan alasan PPKM Darurat Covid-19, yah jurus jitu tentu WFH, tapi kalau negosiasi yang berbau pundi uang kepentingan kloninya, selalu siap, mau jam berapapun, dimana pun, bahkan kalau ada sebuah kasus berkaitan dengan APH, karir jabatannya berani tutup mulut Markus. Sementara kalau para awak jurnalis sekdar minta keterangan susahnya minta ampun,” Ujarnya.
Sitorus menyampaikan, dirinya menyampaikan ke H. Nurdin Yana selaku Sekda Kabupaten Garut, miris rasanya keluarga jurnalis sampai ga punya uang beli beras, anaknya putus sekolah, sakit ga kebeli obat, diusir oleh istrinya, ini sebuah fakta artinya Pemda Garut kurang memperhatikan para awak media dan keluarganya kalau pun para jurnalis dapat imbalan hanya 50 ribu.
“Wajar pantas jika berita selalu miring, ini terbukti dalam kondisi PPKM Darurat Covid-19, tidak ada bantuan terhadap keluarga para jurnalis, padahal para jurnalis juga manusia dan warga Garut,” Pungkasnya.***Red