Dejurnal.com, Garut – Adanya dugaan bagi-bagi proyek Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan di Dinas Pendidikan Kabupaten Garut sudah menjadi sorotan GNPK RI Garut sejak Program DAK Tahun 2020. Pasalnya, GNPK RI sudah menyoroti dan mengkritisi program DAK Bidang Pendidikan sejak awal.
“Di program DAK bidang pendidikan tahun 2020 kita sudah meminta BPK RI untuk lakukan audit investigasi karena GNPK RI menilai pola penetrasi DAK cenderung bagi-bagi kue,” ungkap Ketua GNPK RI Garut, H. Kinkin kepada dejurnal.com pasca melakukan diskusi kecil bersama Dewan Pendidikan Kabupaten Garut, Jumat (9/7/2021).
Menurutnya, dugaan bagi-bagi proyek ini seolah sudah menjadi kultur yang diwariskan kendati pejabat di Dinas Pendidikan Kabupaten Garut berganti. “Imbasnya, pembangunan rehab ruang kelas di Garut tak pernah merata, bahkan ada bangunan ruang kelas yang seperti kandang ayam,” ungkapnya.
Selain mengkritisi dugaan bagi-bagi proyeknya, lanjut Kinkin, GNPK RI Kabupaten Garut pun mensikapi adanya SK Kepala Dinas No. 900/807 – Disdik tentang penunjukan fasilitator yang dikeluarkan pada tahun 2021 dan diduga tak memiliki payung hukum, sementara anggarannya tetap diambil dari alokasi DAK.
“Kami menduga ada mal administrasi yang melanggar aturan main DAK tahun 2021 yang tidak sesuai dengan Permendikbud No. 5/2021, dan ini wajib disampaikan ke ombudsman,” ujarnya.
Menurutnya, proses lelang DAK pun harus ditangguhkan sebab diduga kuat menjadi cacat hukum karena tanpa melalui proses perencanaan yang melibatkan konsultan perencana.
“Dan pengadaan konsultan perencananya pun harus melalui SPSE, ini malah memakai fasilitator seperti layaknya swakelola, ini yang bisa menjadi cacat hukum,” tandasnya.
Ditambah lagi, lanjut Ketua GNPK RI Garut, informasi yang kita dapat pun, program DAK 2021 sekarang ini diserahkan kepada salah satu lembaga saja untuk dibagi-bagi.
“Kultur bagi projek inilah menjadi pertanyaan berbagai pihak, lagipula program DAK 2021 sudah tidak swakelola lagi namun sistem kontraktual sesuai dengn jukop dan pada prinsipnya program DAK bisa dikerjakan oleh siapapun yang mumpuni dan profesional dalam bidangnya.
“Jika dibagi kepada satu kelompok saja, peluang kolusi korupsi dan nepotisme sangat besar dan penetrasi DAK menjadi tidak efektif dan efisien, diborong semua seakan ada main mata dan komitmen di belakang meja, itu yang akan kita cegah,” pungkasnya.***Raesha