Dejurnal.com, Garut – Beberapa pengusaha mempertanyakan kinerja dan profesionalitas Pokja ULP Garut, pasalnya dalam kurun beberapa bulan ini sudah beberapa lelang proyek yang mengalami sanggahan dari perusahaan yang menjadi peserta lelang.
Salah satunya sanggahan datang dari satu perusahaan yang mengikuti lelang proyek pekerjaan pembangunan Gedung Dispora, perwakilan perusahaan, Tatan mengungkapkan bahwa Pokja ULP Garut patut dievaluasi kinerjanya.
“Setahu saya, ada beberapa proyek lelang yang disanggah peserta lelang diantaranya Proyek RS Malangbong, RS Limbangan, Pembangunan Kantor Dinas Sosial dan Pembangunan Kantor Dispora lanjutan,” terangnya kepada dejurnal.com.
Sanggahan, lanjut Tatan, merupakan sebuah bentuk evaluasi kepada kinerja Pokja ULP karena memberikan pelayanan yang tidak memuaskan sehingga patut untuk diteruskan ke LKPP pusat.
“Contoh konkrit yang dialami saya dalam proses lelang pembangunan Kantor Dispora lanjutan, dimana panitia memenangkan perusahaan yang diduga tidak memenuhi syarat dalam membuktikan kemampuan perusahaan dengan nilai rekening sebesar 20 persen dari nilai proyek namun diloloskan sebagai pemenang,” terangnya.
Padahal, lanjut Tatan, syarat kemampuan ini merupakan bukti dari kapabilitas perusahaan dalam mengerjakan proyek. “Adanya proyek mangkrak di Garut karena memenangkan perusahaan yang tidak kapable dalam sisi capital perusahaan sehingga pekerjaan tak selesai karena kemampuan perusahaan yang rendah,” ungkapnya.
Tatan mengaku pihaknya akan mengadukan hal ini sebagai bentuk evaluasi terhadap kinerja ULP Garut “Saya menduga dalam hal memenangkan lelang, ada intervensi dan kepentingan sehingga mengabaikan PerLKPP,” pungkasnya.
Berkaitan hal itu, Kabag ULP Garut, Mardiyanto saat ditemui dejurnal.com di kantornya membenarkan adanya sanggahan beberapa proyek lelang oleh perusahaan yang mengikuti lelang. “Menurut itu saya itu sebagai sebuah koreksi,” ujarnya.
Terkait rumor yang beredar dalam salah satu proses lelang bahwa pemenang tidak kapable dalam sisi keuangan karena tidak memiliki capital sebesar 20% dari nilai proyek, Mardiyanto menyatakan tak bisa beri komenentar banyak. “Saya tidak tahu informasi saldo rekening itu dapat darimana, itu kan rahasia bank, jadi saya tak bisa komentar,” ujarnya.
Kalaupun benar, lanjut Mardiyanto, ada keterbatasan kewenangan dari pokja untuk klarifikasi dan kualifikasi namun pihak PPK memiliki kewenangan untuk melakukan evaluasi ulang terhadap hasil evaluasi yang dilakukann oleh Pokja.
“Dan bila PPK menemukan adanya kekurangan yang tidak terevaluasi oleh Pokja, maka PPK melakukan evaluasi ulang bahkan membatalkan,” tegasnya.
Mardiyanto pun memberikan satu contoh pekerjaan yang dibatalkan oleh PPK ketika ada kekurangan. “PPK yang memiliki hak untuk membuktikan secara materil secara substansi kebenaran informasi yang disampaikan penyedia,” tandasnya.
Jadi, lanjutnya, ketika ada informasi terkait kemampuan keuangan, PPK punya hak untuk meyakinkan dirinya atas kebenaran informasi yang disampaikan. Mardiyanto mengaku bahwa syarat adanya kemampuan perusahaan dalam bentuk memiliki rekening saldo minimal 20% dari nilai projek adalah gagasannya.
“Untuk lelang pembangunan Gedung Dispora, kita sudah memverifikasi dokumen adminitrasinya, dan verifikasi ulang serta penentuan final siapa yang jadi pemenang itu ada di PPK,” pungkasnya.***Raesha/Yohannes