Dejurnal.com, Bandung – Melalui beberapa program di Dinas Perpustakaan dan Arsip (Dispusip) Kabupaten Bandung, di tahun 2022 ada peningjatan signipikan pada Indek Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM) Kabupaten Bandung.
IPLM Kabupaten Bandung di angka 85,6, katagori tinggi, melebihi rata-rata nilai IPLM Jawa Barat dan nasional. Sebelumnya hanya 48,5 di tahun 2021. Hal ini dikatakan Kepala Dispusip Kabupaten Bandung H. Yosep Nugraha di kantornya di Soreang belum lama ini.
“Yang menilainya Perpustakaan National.
Cara perrhitiungannyapun dengan sitem aplikasi. Kita hanya mengiinput data tentang 7 pariabel perpustakaan yang termasuk di IPLM itu. Perpusnas mengeluarkan angkanya mengasesmen melalui aplikasi, ” terang Yosep.
Hal ini sangat menggembirakan, namun menurut Yosep ada hal yang cukup menonjol di hasil perhitungan IPLM itu. Kesedian sarana baca sudah memadai, tapi kegemaran membaca ada penurunan.
“Jadi tingkat kunjungan masyarakat ke tempat atau sarana baca ini masih perlu diperbaiki. Masyarakat sekang lebih senang menggunakan gadegate ketimbang harus datang ke perpustakaan, ” ujar Yosep.
Oleh karena itu, strategi yang akan dilakukan Dispusip Kabupaten Bandung di tahun 2023 terang Yosep, selain tetap mengoptimalkan layanan, sarana baca juga bagaimana mendekatkan sarana baca itu kepada masyarakat.
“Karena sekarang masyarakat dominan menggunakan gadegate. Nanti di tahun 2023 ini kita akan maksimalkan bagaimana layanan perpustakaan digital. Kita sudan memiliki perpustakaan digital, meskipun jumlah bukunya masih terbatas, sekitar 3000 judul buku elektronik, tapi itu cukup untuk kita berikan layanan, ” terang Yosep.
Yang akan ditempuh Dispusip, menurut Yosep melakukan promosinya, meningkatkan ajakan kepada masyarakat supaya ketika menggunakan alat-alat digital itu bukan sekedar mencari kesenangan, tapi mencari tanbahan informasi dan ilmu pengetahuan yang bermanfaat.
Terkait penilaian IPLM itu, Yosep menyebutkan ada 7 pariabel. Di antaranya ketersediaan sarana baca, apakah itu gedung, perpustakaan desa, atau perpustakaan sekolah. Kemudian tenaga kepustakawanan atau pengelola di masing-masing sarana baca, dan be berapa pariabel lainnya.
“Yang harus kita genjot, bagaimana membaca itu jadi kegemaran. Karena hasil kajian kami, masyarakat itu suka membaca tapi belum menjadi kegemaran, ” kata Yosep.
Umumnya, lanjut Yosep segmentasinya masih di kalangan pelajar, mahasiswa dan pegawai formal. “Karena mereka membutuhkan referensi. Mahasiswa misalnya untuk tugas, pegawai formal untuk reperensi mengerjakan tugas. Belum menggapai ke masyarakat awam umumnya, ” tandas Yosep.
Hal Ini menurut Yosep menjadi tantangan pihaknya. “Sehingga orientasi kita bagaimana mendekatkan perpustakaan itu kepada masyarakat. Pertama melalui pemanfaatan teknologi informasi dengan optimalisasi digital. Yang kedua mendekatkan sarana baca di tempat-tempat masyarajat berkumpul. Nah ini harus kita kembangkan,” pungkasnya. *** Sopandi