Dejurnal.com, Garut – Tim Monitoring Terpadu Audit Maternal Perinatal Surveilans dan Respon (AMPSR) mengunjungi Kabupaten Garut terkait Upaya Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) Angka Kematian Bayi (AKB) yang relatif masih tinggi.
Tim Monitoring Terpadu AMPSR ini dipimpin langsung oleh Project Manager Officer (PMO) Direktorat Jenderal (Ditjen) Kesehatan Masyarakat (Kesmas) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia, dr. Nida Rohmawanti dan diterima Bupati Garut Rudy Gunawan di Ruang Rapat Pamengkang, Pendopo Garut, Rabu (12/4/2023).
Bupati Garut, Rudy Gunawan, menyampaikan, jika kedatangan Tim Monitoring Terpadu AMPSR Kemenkes RI ini hadir untuk memberikan perhatian khusus terhadap AKI/AKB di Kabupaten Garut yang masih terbilang cukup tinggi.
“Nah ini kita ini Kemenkes itu membuat kolaborasi dengan kita, ayo kita selesaikan (yang) menjadi permasalahannya apa, solusinya bagaimana, maka ini ada sinergitas antara dari Kementerian, dari WHO juga ada ya, dari organisasi internasional lainnya, dari pemerintah provinsi, dari Rumah Sakit Hasan Sadikin sebagai rujukan utama, sama dengan dinas kesehatan dan rumah sakit di Garut,” ujar Bupati Garut.
Ia memaparkan bahwa ada beberapa penyebab tingginya AKI/AKB di Kabupaten Garut, mulai dari kemiskinan, jumlah penduduk yang banyak namun tidak ditunjang dengan infrastruktur kesehatan yang lengkap, rasio antara ibu dan bayi dengan dokter spesialis obygyn masih cukup jauh, hingga jumlah bed di Kabupaten Garut yang masih terbilang kurang.
“Di Garut itu harusnya ada 2.600 bed dengan jumlah penduduk 0,01% itu jumlah penduduk 2.6 juta harusnya bed di Garut itu bed rumah sakit dengan tempat perawatan itu 2.600, nah sekarang ini kita baru 1.200 (bed), 1.200 pun dengan tempat DTP (Dengan Tempat Perawatan) Puskesmas, kita ini masih kurang rumah sakit, dari dulu juga saya mengatakan begitu ya kita masih jauh gitu,” paparnya.
Sementara itu, PMO Ditjen Kesmas Kemenkes RI, dr. Nida Rohmawanti, menuturkan jika ibu dan bayi adalah suatu prioritas di kebijakan pembangunan nasional, sehingga jika ada ibu hamil yang beresiko harus dikawal dengan baik, salah satunya dengan merencanakan sejak awal untuk melahirkan di rumah sakit, sehingga tidak datang ke rumah sakit ketika sudah komplikasi.
“Jadi kita perlu mengedukasi masyarakat begitu diperiksa oleh Puskesmas oleh bidan ternyata ada masalah, itu rencanakan bersalinnya di mana (dan) kapan sebelum ada masalah komplikasi,” tutur dr. Nida.
Ia mengungkapkan jika komplikasi terbanyak adalah darah tinggi atau hipertensi dalam kehamilan, yang menyebabkan salah satunya kejang-kejang. Hal tersebut, imbuh dr. Nida, penyebab kematian terbanyak termasuk di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Slamet Garut.
“Ini sebetulnya bisa diantisipasi jika dilakukan rencana bersalin saat belum terjadi kejang-kejang tersebut, jadi masyarakat juga perlu kita berikan pengertian bahwa kalau rencana bersalin di tempat yang lebih aman di rumah sakit mau dirujuk, jangan menunggu sampai kejang-kejang dulu baru keluarga repot merujuk,” ungkapnya.
Ia mengatakan jika berdasarkan keterangan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut, dari 67 Puskesmas yang ada di Kabupaten Garut, baru ada 30 yang menangani kegawatdaruratan atau Puskesmas Penanganan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED), sehingga pihaknya akan meningkatkan 12 lagi PONED di Kabupaten Garut, agar terdapat 42 Puskesmas PONED di 42 Kecamatan yang ada di Kabupaten Garut.
“Jadi setiap kecamatan bisa menangani kegawatdaruratan, kalau ada tindakan emergendi ke Puskesmas PONED, nanti setelah stabil dirujuk ke rumah sakit, sekarang di tingkat rujukan rumah sakit yang ada di Kabupaten Garut ini satu RSUD Slamet (dan) ada 6 lainnya,” kata dr. Nida.
Guna menghindari penumpukan pasien di RSUD dr. Slamet, lanjut dr. Nida, pihaknya juga bersama dengan Pemkab Garut telah berdiskusi terkait pembuatan regionalisasi rujukan, agar penanganan ibu hamil bisa lebih optimal.
“(jadi) akan kita bagi menjadi seluruh rumah sakit di Kabupaten Garut mampu PONEK (atau) penanganan obstetri neonatal emergensi komprehensif yang sudah tingkat komplikasi bisa ditangani, kebijakan nasional seluruh Rumah Sakit menjadi Rumah Sakit PONEK yang menerima rujukan ibu dan anak itu harus PONEK, jadi etelah ini nanti akan kita buat pemetaan (atau) mapping kemampuan dari seluruh rumah sakit yang ada di Garut, bgaimana kemampuan menangani komplikasi untuk ibu dan bayi, dan nanti akan berbagi tidak semua tumpah ke Rumah Sakit Slamet saja, tapi juga dibagi ke rumah sakit-rumah sakit lain,” lanjutnya.
Di tempat yang sama, Sekretaris Dinkes Garut, dr. Leli Yuliani, mengatakan jika lokus dari Tim Monitoring Terpadu AMPSR ini adalah RSUD dr. Slamet Garut, Puskesmas Tarogong, dan Puskesmas Bagendit.
Berdasarkan hasil audit Tim Monitoring Terpadu AMPSR, tambah dr. Leli, ada beberapa rekomendasi yang disampaikan untuk Pemkab Garut, dua diantaranya adalah peningkatan kualitas skirining Antenatal Care (ANC) dan penambahan 12 Puskesmas PONED di Kabupaten Garut.
“Kemudian juga melakukan rujukan terencana, kemudian juga nanti disarankan juga untuk penyediaan dokter-dokter spesialis yang sesuai dengan standar, kemudian juga untuk rumah sakitnya ,itu direkomendasikan untuk memperbaiki sarana-prasana dan melengkapinya agar sesuai standar, di samping itu hal yang cukup penting juga yaitu terkait bagaimana meningkatkan cakupan KB, jadi salah satu cara untuk menurunkan AKI/AKB yaitu tetap harus menaikkan cakupan KBnya,” tandasnya.***Watono