Dejurnal.com, Garut – Penggiat Budaya, Satria Ratna menandaskan bahwa masyarakat Kabupaten Garut terutama generasi mudanya harus diberi pemahaman dan peduli terhadap budaya, apalagi Garut dikenal kaya akan cagar budaya.
“Saya merasa sedih ketika mendengar cagar budaya di kabupaten Garut baru tercatat tiga buah,” ujar Satria Ratna yang akrab dipanggil Neng Satri, saat ditemui dejurnal.com di Sekretariat Dewan Kebudayaan Kabupaten Garut, Minggu (16/7/2023).
Baca juga : Situs Makam Tumenggung Ardikusumah Belum Bisa Disebut Cagar Budaya, Ini Alasan Disparbud Garut
Padahal menurut Neng Satri, Kabupaten Garut dikenal dengan daerah yang kaya akan budaya termasuk situs dan bangunan bersejarah yang bisa menjadi cagar budaya.
“Ketidakpedulian kita akan menjadikan daerah ini miskin dengan situs cagar budaya karena lambat laun bakal tergerus pembangunan, padahal kita memiliki perda tentang cagar budaya sejak tahun 2019,” tandasnya.
Menurut Neng Satri, Kabupaten Garut
tertinggal jauh dengan kabupaten atau kota lainnya, contohnya Bogor yang sudah memiliki puluhan cagar budaya.
Baca juga : Makam Bupati Bandung di Garut Belum Bisa Disebut Cagar Budaya, YKSTB : Karena Tidak Tahu Sejarah?
“Terlebih untuk mampu mendongkrak PAD dari Cagar Budaya karena jika sudah menjadi Cagar Budaya tentunya terpelihara secara maksimal dan akan mengundang wisatawan untuk mengunjunginya ini secara tidak langsung akan memberi efek positif untuk pengembangan ekonomi masyarakat,” ujarnya.
Perempuan yang menjadi calon legislatif dari Dapil 3 Kabupaten Garut ini menyesalkan, Perda tentang Cagar Budaya minim disosialisasikan Pemkab Garut.
“Wajar jika kami selalu Praktisi Budaya sosial masyarakat, berasumsi Pemerintah tidak serius mengenai pemajuan kebudayaan terbalik dengan support terhadap pariwisata yang saya rasa PADnya sangat kecil dibandingkan anggaran yang dikucurkan pemerintah kabupaten ataupun propinsi dan pusat,” tandasnya.
Timbul satu pertanyaan kenapa kecil PAD dari Pariwisata? Jawabnya pariwisata tanpa dasar budaya apa yang akan dijual? Selain pengkondisian pemafaatan segelintir golongan orang, ini yang harus kita bangun yaitu penerapan Nilai Budaya.
Baca juga : Upaya Tingkatkan IPM, DKKG Dorong Pemkab Garut Buat Perda Pemajuan Kebudayaan
“Saya secara pribadi ataupun melalui lembaga, paguyuban komunitas kebudayaan selalu berusaha bergerak untuk mengajak para generasi muda terutama generasi milenial untuk peduli terhadap cagar budaya dengan mensosialisasikan Perda Cagar Budaya, agar masyarakat dapat ikut berperan serta mengusulkan dan memelihara cagar budaya,” terangnya.
Neng Satri berkeyakinan, banyak desa di Kabupaten Garut yang memiliki bangunan peninggalan sejarah ataupun heritage dan budaya kearifan lokal yang unik dan patut untuk dipelihara.
Salah satunya di Kp. Cijoho Karangpawitan di sana banyak rumah peninggalan masa belanda yang masih ditempatin ataupun yang terbengkalai.
Di desa Suci pun ada beberapa rumah masa lampau yang jika kita pelihara akan menjadi kekayaan Garut bahkan bisa menjadikan destinasi pariwisata berbasis budaya.
“Namun karena miskinnya informasi dan pemahaman yang diberikan kepada masyarakat di desa, hal itu terkadang menjadi terabaikan,” tegasnya.
Neng Satri mengungkapkan, tak sedikit bangunan peninggalan yang merupakan sejarah hilang baik disengaja ataupun tidak, contohnya terowongan bawah tanah bangunan PTG telah musnah hilang yang kini dijadikan sebuah Mall.
“Jika pemerintah dalam hal ini dinas terkait cepat tanggap dan ada perhatian khusus untuk Budaya mungkin akan lahir cagar budaya tanpa ada lagi alasan, bukan hanya 3, yang pastinya Budaya hasil karya pendahulu akan terselamatkan, seperti sekarang yang hangat mengenai Makam Astana Kalong agar di selamatkan sesuai janji Bupati,” tandasnya.***Yo/Raesha