Deurnal.com, JAKARTA – Kasus meninggalnya seorang siswa SMAN 6 di Jakarta yang diduga akibat bunuh diri karena menjadi korban perundungan (bullying) mengundang keprihatinan mendalam dari berbagai pihak. Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB), Imas Aan Ubudiah, turut menyampaikan duka cita mendalam dan menyayangkan insiden tragis tersebut. Imas Aan Ubudiah menyatakan bahwa peristiwa ini merupakan sebuah tragedi yang memilukan dan menjadi sinyal bahaya bagi ekosistem pendidikan di Indonesia.
“Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Saya menyampaikan duka cita yang sedalam-dalamnya kepada keluarga ananda siswa SMAN 6 yang telah berpulang. Ini adalah kehilangan yang luar biasa, tidak hanya bagi keluarga, tetapi juga bagi kita semua. Peristiwa ini adalah tamparan keras dan pengingat yang menyakitkan bahwa ada sesuatu yang salah dalam lingkungan belajar anak-anak kita,” ujar Imas di Jakarta, Sabtu (20/7/2025).
Menurutnya, jika dugaan perundungan sebagai pemicu utama terbukti benar, maka hal ini menunjukkan bahwa praktik perundungan telah mencapai level yang sangat mengkhawatirkan dan tidak bisa lagi dianggap sebagai kenakalan remaja biasa.
“Sangat disayangkan jika nyawa generasi penerus bangsa harus hilang karena tindakan perundungan. Ini bukan lagi sekadar candaan atau keisengan, ini adalah kekerasan psikologis yang dampaknya bisa fatal. Kita tidak boleh lagi menoleransi dan menganggap remeh masalah ini,” tegasnya.
Lebih lanjut, Imas Aan Ubudiah mendesak pemerintah, khususnya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) serta dinas pendidikan terkait, untuk segera mengambil langkah konkret dan serius.
“Saya mendesak Kemendikbudristek untuk tidak hanya berhenti pada imbauan. Harus ada investigasi tuntas atas kasus ini. Cari tahu di mana letak kelemahan sistem pengawasan di sekolah tersebut sehingga perundungan bisa terjadi berlarut-larut hingga memakan korban,” kata Imas.
Legislator dari F-PKB ini mengusulkan beberapa langkah yang harus segera diimplementasikan oleh pemerintah:
1.Evaluasi Total Program Anti-Perundungan: Pemerintah harus mengevaluasi efektivitas program “Roots Indonesia” dan program pencegahan perundungan lainnya yang selama ini sudah berjalan. Menurutnya, program tidak boleh hanya bersifat seremonial.
2.Wajibkan Kehadiran Psikolog atau Konselor Profesional: Setiap sekolah, terutama di tingkat SMP dan SMA, wajib memiliki psikolog atau konselor kesehatan mental yang kompeten dan mudah diakses oleh siswa. “Anak-anak butuh ruang aman untuk bercerita tanpa takut dihakimi. Guru BK saja tidak cukup, perlu tenaga profesional khusus kesehatan jiwa,” tambahnya.
3.Perkuat Peran Tiga Pilar Pendidikan: Harus ada sinergi yang kuat antara sekolah, orang tua, dan masyarakat. Sekolah perlu mengedukasi orang tua tentang tanda-tanda anak menjadi korban atau pelaku perundungan, dan bagaimana cara menanganinya.
4.Sanksi Tegas: Perlu ada mekanisme sanksi yang jelas dan tegas tidak hanya bagi pelaku perundungan, tetapi juga bagi pihak sekolah yang terbukti lalai dalam melakukan pencegahan dan penanganan kasus di lingkungannya.
“Kejadian ini harus menjadi momentum untuk perbaikan sistemik. Jangan sampai ada lagi ananda-ananda kita yang merasa putus asa dan tidak memiliki pertolongan di lingkungan yang seharusnya menjadi tempat paling aman bagi mereka. Negara harus hadir untuk melindungi kesehatan mental dan fisik setiap anak bangsa,Jangan jadikan media sosial sebagai pengadilan kasus bullying. Laporkan ke otoritas berwenang! Setiap anak berhak merasa aman di sekolah, bukan terancam,” tutup Imas.