Dejurnal.com, Bandung – Longsér ”Kabayan Ngalalana” karya sutradara Rosyid É. Abby hari ini Selasa, 11 November 2025 mulai pukul 13.00 WIB dan 16.00 WIB kembali dipentaskan di Gedung Kesenian (GK) Rumentang Siang, Jalan Baranangsiang No. 1, Kosambi, Kota Bandung.
Sutradara sekaligus penulis naskah Rosyid E Abby, jika setiap tahun pada bulan Ramadhan magelarkan drama Sunda Kasidah Cinta di tempat yang sama, maka dimulai Selasa 16 September 2025 , setiap Selasa sepanjang September hingga Desember 2025 ini, Gedung Kesenian Rumentang Siang Bandung kembali hidup. Ruang pertunjukan yang legendaris itu menjadi saksi dari sebuah peristiwa budaya: hadirnya “Kabayan Ngalalana”, produksi Longser Bandung (LOBA). “Kabayan Ngalalana”, karya sutradara Rosyid E. Abby, asisten sutradara Agus Injuk, adalah sebuah karya yang tidak sekadar mementaskan Longser atau Sandiwara Sunda, tetapi menafsir ulang, menumbuhkan, dan
menyalakan kembali energi tradisi di tengah Bandung hari ini.
Kabayan dan Mesin Waktu
Tokoh Kabayan sudah lama menjadi figur kolektif masyarakat Sunda. Ia cerdik sekaligus lugu, jenaka namun bijak. Dalam “Kabayan Ngalalana”, ia tampil berbeda: Profesor Kabayan, penemu mesin waktu. Dengan mesin ciptaannya, Kabayan terseret ke berbagai masa: dari zaman Sangkuriang dan Dayang Sumbi di Bandung Purba, ke Batavia era Kompeni, hingga melesat jauh ke Tatar Sunda tahun 2750 Masehi, ketika Bandung kembali menjadi danau akibat bencana.
Narasi ini bukan sekadar petualangan fantasi. Ia menyuguhkan refleksi tentang ingatan kolektif, tentang bagaimana orang Sunda melihat masa lalu, kini, dan masa depan. Ada kritik sosial, ada satire, ada humor, tapi juga ada nostalgia dan harapan.
Longser dan Sandiwara Sunda: Dua Warisan, Satu Panggung
Longser tumbuh dari rakyat, cair, improvisatif, egaliter. Ia selalu memberi ruang partisipasi, sekaligus menjadi wadah kritik sosial yang dikemas dengan tawa. Sandiwara Sunda, di sisi lain, lahir dengan struktur dramatik yang lebih tertata, menghadirkan narasi moral, romantika, dan konflik sosial dalam bingkai estetika Sunda.
Dalam “Kabayan Ngalalana”, keduanya tidak dihadirkan sebagai rekonstruksi. Ia lebih mirip teks hidup yang terbuka pada tafsir baru. Improvisasi Longser dipadukan dengan disiplin dramatik Sandiwara Sunda. Lalu ditambah musik karawitan yang bertemu bunyi kontemporer, tari tradisi yang berbaur dengan gerak teatrikal, dan silat yang berjumpa koreografi modern. Hasilnya adalah sebuah pengalaman multisensorial: tradisi dan modernitas berdialog di atas panggung.
Dramaturgi Kolase
Alih-alih berjalan linear, dramaturgi “Kabayan Ngalalana” dibangun dengan pendekatan kolase. Fragmen-fragmen cerita disusun seperti mosaik: ada adegan, improvisasi, tarian, musik, hingga humor rakyat yang muncul bergantian. Semua itu membentuk narasi besar tentang perjalanan budaya Sunda—tentang bagaimana masa lalu selalu menyapa masa kini, dan bagaimana masa kini selalu membayangkan masa depan. Longser bukan sekadar nostalgia. Ia adalah gerak yang terus bergerak. Cara hidup yang menumbuhkan energi kreatif lintas generasi.
Rumentang Siang: Ruang Hidup Tradisi
Rumentang Siang, sebagai rumah teater Bandung, punya sejarah panjang sebagai tempat lahirnya gagasan, eksperimen, dan peristiwa budaya. Dengan program rutin Longser Bandung, gedung ini kembali meneguhkan dirinya bukan hanya sebagai panggung seni, tetapi juga sebagai “laboratorium kebudayaan”. Pertunjukan ini adalah ruang dialog. Dialog antara seniman senior dan seniman muda, antara
bahasa Sunda dan bahasa Indonesia, antara musik karawitan dan bunyi eksperimental. Semua menyatu, semua hidup di ruang yang sama.”
Regenerasi dan Kebersamaan
Salah satu daya tarik “Kabayan Ngalalana” adalah keterlibatan lintas komunitas seni: sanggar tari, kelompok musik, komunitas teater, hingga pesilat muda, mereka hadir bersama
di atas panggung. Ada energi regenerasi yang mengalir.
Di sini, Longser tidak hanya dipahami sebagai seni pertunjukan, tetapi sebagai “cara hidup bersama”. Ia memberi ruang bagi kritik sekaligus kebersamaan, bagi tawa sekaligus kesadaran sosial. Mereka yang terlibat adalah komunitas dari Sanggar Sawarna Bandung, Sanggar Senapati, Lamda Art Production, Sanggar Alam Purnama, Komunitas Bumi Sastra, Sanggar Pratala Tandang, Creamerbox, Kotak Hitam Audiomotif, dan Kelompok 282.
Tradisi yang Menyala
Di tengah gempuran hiburan digital dan budaya instan, “Kabayan Ngalalana” menjadi penanda penting: bahwa seni tradisi tidak hanya bisa bertahan, tetapi juga bisa berkembang, bergerak, dan relevan. Ia tidak sekadar nostalgia masa lalu, tetapi penegasan bahwa budaya Sunda hidup di sini dan kini, dan akan terus menyala di masa depan.
Maka setiap Selasa malam di Rumentang Siang, Kabayan akan terus “ngalalana”—menyusuri waktu, menertawakan dunia, dan mengingatkan kita bahwa tradisi adalah perjalanan, bukan titik akhir.
Tim Garap
Sutradara/Penulis Naskah : Rosyid E. Abby
Asisten Sutradara : Agus Injuk
Pimpinan Panggung : Agus Injuk
Penata Musik : Sakti Mustika
Penata Tari : Zawra Pratala
Penata Artistik : Dadan Darto Ramdani
Penata Busana & Rias : Ajo Sumarjo & Kory Yoseph Iskandar
Aktor : Agus Injuk, Eka CW, Deden Bejo, Darto Ramdani, Lala M. Dara, Laras Yoseph Iskandar, Sanggita Puspa Gumiwang, Ajo Halimun, Bah Adhiew, Abu
Ridho, Ata Drumime, Kori Yoseph Iskandar, Diks Jafar, Apip Catrixs, Rasyid Vanadi, Zaki, Arejon
Penari : Zawra, Mutiara. Syafa, Sherin
Pesilat : Difa, Phasa, Lukman
Pemusik : Sakti Mustika, Dara Gisca, Teza, Feby Firta, Ryan Ali, Eki Sefrial Anggia
Pimpinan Produksi : Apip Catrix
Marketing & Tiketing : Ipan Garmawan
Pubdok : Bob Teguh
Komunitas Pendukung : Sanggar Sawarna Bandung – Sanggar Senapati – Lamda Art
Production – Sanggar Alam Purnama – Komunitas Bumi Sastra – Sanggar Pratala Tandang –
Creamerbox – Kotak Hitam Audiomotif – Kelompok 282.***Sopandi












