Dejurnal.com, Garut – Garut Indeks Perubahan Strategis (GIPS) menyoroti pembahasan revisi Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Garut Nomor 6 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Lembaga yang konsen memantau kebijakan publik ini mengingatkan agar revisi RTRW tidak dijadikan celah untuk melegalkan pelanggaran tata ruang yang selama ini terjadi, terutama di kawasan hulu daerah aliran sungai (DAS) dan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B).
Mnurut Ketua GIPS, Ade Sudrajat, indikasi kompromi dalam pembahasan revisi RTRW harus diwaspadai publik. Pasalnya, perubahan aturan berpotensi dijadikan pembenaran atas aktivitas usaha yang sejak awal tidak sesuai dengan peruntukan ruang.
“Jangan sampai revisi RTRW hanya menjadi alat pemutihan bagi pihak-pihak yang terlanjur membangun kawasan wisata atau usaha lain di zona konservasi maupun lahan pertanian produktif,” tandasnya melalui rilis yang diterima dejurnal.com, Senin (15/12/2025).
Ade Sudrajat menegaskan akan kondisi kawasan hulu di sejumlah wilayah, seperti Pasirwangi, Cikajang, Cisurupan, hingga kawasan kaki Gunung Cikuray di Kecamatan Cilawu. Berdasarkan pemantauan lapangan, kawasan tangkapan air di wilayah tersebut mengalami alih fungsi menjadi kawasan terbangun dan pertanian intensif tanpa prinsip konservasi. Ia menilai, tingginya risiko banjir bandang dan longsor di Kabupaten Garut, serta temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di 13 kecamatan, mencerminkan lemahnya penegakan tata ruang selama ini.
“Jika revisi RTRW justru mengakomodasi alih fungsi lahan di hulu DAS Cimanuk dan Citameng untuk kepentingan komersial, maka itu sama saja membuka jalan bagi bencana ekologis di masa depan,” katanya.
Selain persoalan lingkungan, Ketua GIPS juga menekankan pentingnya mempertahankan LP2B sebagai penopang ketahanan pangan daerah. Sejumlah lahan sawah produktif di jalur strategis dinilai terancam kehilangan status perlindungan akibat dorongan investasi industri dan properti.
“Garut dikenal sebagai daerah agraris. Hilangnya LP2B bukan hanya mengancam ketahanan pangan, tetapi juga identitas daerah,” ujarnya.
GIPS meminta DPRD dan Pemerintah Kabupaten Garut membuka draf peta pola ruang kepada publik, memastikan kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) dilakukan secara objektif dan substansial, serta menindak tegas pelanggaran tata ruang yang telah terjadi sebelum melakukan revisi Perda RTRW.
“Penegakan hukum harus didahulukan. Jangan ada pasal yang membenarkan pelanggaran dengan alasan keterlanjuran,” pungkasnya.***Red













