BerandadePrajaParlementariaKomisi A DPRD Terima Keluhan Pengelola Air Bersih BUMDes Marteng ...

Komisi A DPRD Terima Keluhan Pengelola Air Bersih BUMDes Marteng Terkait Penyamarataan Tarif Listrik PLN

Dejurnal.com, Bandung – DPRD Kabupaten Bandung di tahun anggaran 2022, antara bulan Mei- Juni akan membahas 24 Raperda, salah satunya tentang air bersih.

Hal ini dikatakan anggota Komisi A DPRD Kabupaten Bandung, Ir. Aep Dedi seusai dirinya bersama 6 anggota Komisi A dari daerah pemilihan 2 melakukan kunjungan kerja ke Desa Margahayu Tengah (Marteng), Kecamatan Margahayu untuk berdialog dengan pengelola air bersih Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Marga Bhakti Persada desa setempat, Kamis (23/2/2022).

“Kita akan bahas Raperda, makanya kita keliling, mana yang akan kita coba ramu, mana keinginan masyarakat yang bisa terakomodir, supaya pengaturan Raperda ini akan berguna, aplikatif lah. Jangan sampai Perda ini tidak bisa dilaksanakan. Sebelum Perda ini dibahas kita ngobrol dengan mereka,” ujar legislator dari Fraksi Gerindra ini kepada dejurnal.com.

Kunjungan ke 6 anggota Komisi A dari Dapil 2 : Aep Dedi dari Fraksi Gerindra, Agus Jaenudin dari Fraksi Demokrat, Eka Ahmad Munandar dari Fraksi PKS, Tedi Supriadid dari Fraksi PAN dan Tedi Surahman dari Farisi PKS ini diterima oleh Ketua BUMDes Marga Bhakti Perasad Marteng, H. Aep Saepulloh, Camat Margahayu Mochammad Ischaq, Kepala Desa Margahayu Tengah Asep Zaemal Mahmud, dan sejumlah pengurus BUMDes tersebut.

Pengelolaan air bersih di Desa Marteng dinilai oleh amggota DPRD sukses, sehinga wajar jika menjadi percontohan nasional. Hal ini menurut para anggota dewan tersebut karena adanya senergitas antara pembina canat dan kepala desa selalu penanggung jawab dengan pengelola, yakni BUMDes.

Ketua BUMDes Marga Bhakti Persada Marteng, H. Aep Saepulloh menuturkan, omset pengelolaan air bersih BUMDes yang diketuainya dari tahun 2014 Rp 201.600.000 terus mengalami kenaikan sesuai jumlah pemasang. Sampai tahun 2020 Rp 1.3851.406.900.

Dari nilai itu masuk menjadi Asli Pendapatan Desa (PADes) tahun 2014 Rp 4.000.000 terus mengalami kenaikan sampai 2020 Rp 120.000.000, dan hampir semua kembali ke masyarakat, di antaranya untuk sosial: santunan anak yatim, bea siswa dan santri, insentif ustad dan guru ngaji serta untuk pemeliharaan masjid dan mushola.

Namun, dikeluhkan H. Aep, BUMDes harus membayar rekening listrik Rp 20 juta perbulan. “Kami keberatan kalau PLN menyamaratakana tarif dengan bisnis B, sementara kami di sini sosial. Berat lah. Apa lagi harga airnya lebih murah, bagaimana bisa bertahan,” katanya.

Makanya, H. Aep mengapresiasi kunjungan kerja anggota DPRD ke Bumdesnya, karena salah satunya bisa mengadukan keberatan tersebut.

Menurutnya bukan hanya pengelola air bersih di Marteng yang memiliki 32 titik sumur bor, tetapi semua yang dikelola BUMDes di Kabupaten Bandung merasa keberatan.

PLN yang menyama ratakan tarif bisnis B kepada pengelola air bersih khususnya di Desa Marteng menjadi salah satu kendala kelangsungan pelayanan air bersih kepada warga.

Menurut H. Aep , sejak pengelolaan air bersih di Marteng dari tahun 2014 sudah 3 kali ada kenaikan tarif listrik, sedangkan ke pelanggan air (warga) tarip air Rp 3000/ liter kubik belum pernah mengalami kenaikan. Ia pun ingin ada aturan standar harga dasar dan harga tertinggi dari tarip air bersih.

Menyikapi hal ini Ir. Aep Dedi mengatakan, menurutnya, pihaknya harus berkoordinasi dulu dengan PLN untuk mengetahui apa harga bisnis dan harga sosial itu .

Terkait standar harga, menurut Aep Dedi mungkin tidak tiimbul di Raperda, tapi selanjutnya di turunan dari regulasi Perda. “Nah, nanti kita coba diramu, berapa harga yang pasnya, tidak memberatkan masyarakat, tetapi organisasi juga berjalan,” ujar Aep Dedi.

Sementara itu, anggota DPRD Tedi Surahman, mengatakan keberhasilan BUMDes tidak lepas dari adanya sinergisitas antara satu dengan yang lainnya. Ada pembinanya camat, ada kepala desa sebagai penanggungjawab, juga ada pengelolanya BUMDes.

” Kekhawitaran anggota DPRD itu, ganti kepala desa ganti kebijakan, akhirnya BUMDes bermasalah. Ketika berbicara BUMDes secara umum, namun begitu lihat di sini saya belum merasa puas, kalau belum dikloning ke yang lain, belum ditularkan, ” kta Tedi.

Ia menambahkan, pihaknya berencana melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD), terkait dengan BUMDes yang ada di Kabupaten Bandung, agar fokus di potensi masing-masing, karena di tiap titi itu berbeda potensinya.

“Di Marteng, selain air, ada ciri khas Margahayu Tengah yang lain, tapi yang menonjol pengelolaan air bersih.
Kita menyarankan ke beberapa titik,fokus ke potensi yang ada di masing-masing, setelah fokus mengurus potensinya keberpihakan sinergitas kades dengan pengelolanya seperti apa? Jangan sampai tumpang tindih kebijakan, karena merasa sebagai kades dengan perdesnya berlaku sewenang- wenang,” terang Tedi Surahman.

Dengan terjadinya hal tersebut, aku Tedi Surahman pihaknya sudah didatangi LSM yang khusus menangani BUMDes, karena anggaran dari desa itu tak pernah muncul di dalam laporan BUMDes itu,.

“BUMDes mau dikasih modal berapa pun, kemudian hilang misalnya tidak pernah muncul. Jadi uang masyarakat yang dikeluarkan cukup besar, kemudian, diberikan kepada BUMDes tidak dikelola dengan baik hilang, ganti lagi kepala Desa hilang lagi. Begitu aja terus. Tapi itu bagian manajerial di Desa itu. Ini jadi catatan semua,” kata Tedi Surahman.

Menurut Tedi Surahman, salah satu yang menjadi konsep di Komisi A, kalau ada BUMDes yang sudah maju, ingin mengkloning. “Kalau di sini pengelolaan air, bersih, tapi di tempat lain persis seperti ini , tapi bukan potensinua, melainkan managerialnya, pengelolaan nya terkait intervensi kades yang terlalu besar. Alhamdulillah di sini bisa maju itu karena sinergi. Mudah-mudahan, kita ingin desa yang sudah manjur menjadi nara sumber untuk pencerahan segi manajerialnya,” tutup Tedi Surahman. *** Sopandi

Anda bisa mengakses berita di Google News

Baca Juga

JANGAN LEWATKAN

TERPOPULER

TERKINI