Dejurnal.com, Banyuwangi – Dampak kerusakan dari penambangan illegal galian C pasir yang terjadi di Kabupaten Banyuwangi pada akhir tahun 2015 kemarin mulai dirasakan oleh seluruh pemilik lahan sawah di Bumi Blambangan. Hal serupa dirasakan juga oleh para petani di Desa Songgon Kecamatan Songgon yang sawahnya di alih fungsikan menjadi pengerukan pasir bodong, pasalnya selain sawah yg rusak juga meninggalkan kubangan-kubangan dalam, dan jika hujan terlihat seperti danau – danau besar yang dapat membahayakan masyarakat.
Bermacam cara yang dilakukan oleh para penambang illegal agar bisa mengeruk pasir, salah satu yang menjadi korban dari rayuan pengusaha penambang pasir bodong ini adalah Bapak Usma (65 tahun) warga desa Balak Kidul RT.03/02 kecamatan Songgon kabupaten banyuwangi. Laki-laki yang sehari-hari bekerja sebagai petani ini mengaku menyesal melihat sawahnya yang rusak gara-gara penambangan pasir bodong.
“ Awalnya saya sudah menolak kalau sawah itu mau di keruk pasirnya karena sawah saya banyak batunya,” akunya, tapi karena iming-iming akan diberikan dana kompensasi sebesar Rp 20.000.000 dan ada surat perjanjian (13-mei-2015) batas kedalaman 2 meter pengerukan juga ditambah omongan manis setelah pengerukan akan direklamasi akhirnya Usma pun mengijinkan sawahnya di keruk pasirnya. Namun baru berjalan 11 hari aparat gabungan dari Polda Jatim, Polres Banyuwangi, Satpol PP serta perangkat desa menghentikan pengerukan illegal tersebut. Buntut dari penghentian tersebut akhirnya bapak tiga anak ini bingung pasalnya uang kompensasi hangus begitu juga janji reklamasi yang tidak dilaksanakan sedangkan pengusaha penambangnya selalu berkata rugi setiap kali ditagih janjinya.
Sungguh ironis melihat dampak dan hasil yang sangat tidak sesuai dengan apa yang diterima masyarakat sekitar lokasi penambangan khususnya para pemilik lahan yang dijadikan penambangan liar. Sebenarnya UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) ini adalah pengganti/penyempurnaan dari UU No 11/Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan yang dianggap tidak lagi sesuai dengan kondisi masa kini tapi kenyataanya dilapangan banyak sekali pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan baik oleh oknum pemerintah daerah dan juga pengusaha penambang yang tidak mau memikirkan dampak dari penambangan illegal tersebut.
Maka bahaya manipulasi oleh pengusaha dan kerusakan lingkungan harus betul-betul diwaspadai oleh Pemerintah Daerah. Apalagi UU 32/Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) akan memberikan sanksi pidana kepada para pejabat yang memberikan izin kepada pengusaha yang merusak dan mencemarkan lingkungan.
***Taufan Dani