Dejurnal.com, Tasikmalaya – Semenjak keluar dari rahim ibunya, Syifa (25) warga Tasikmalaya ini terlahir dan memiliki ciri-ciri sebagai layaknya perempuan. Seiring dengan waktu, alat reproduksi Syifa berubah, salah satunya tidak menstruasi dan muncul alat kelamin pria.
Akhirnya, Syifa meminta penetapan Pengadilan Negeri (PN) Tasikmalaya untuk merubah status kelaminnya menjadi laki-laki dan ternyata dikabulkan. Hal itu tertuang dalam putusan PN Tasikmalaya, Senin (3/5/2021).
Syifa yang terlahir pada 10 Agustus 1996 itu dicatatkan oleh orang tuanya sebagai perempuan di Dinas Catatan Sipil. Perubahan mulai muncul saat Syifa memasuki usia SD. Ia lebih suka bermain bola, kelereng, layangan serta senang bermain dengan kawan laki-laki. Selain itu, suara Syifa mirip suara laki-laki.
Malah, saat masuk SMP, kumis mulai muncul di wajah Syifa. Dan saat masuk SMA, muncul alat kelamin laki-laki. Bagaimana dengan menstruasi? Ternyata hingga waktu yang ditunggu, tidak pernah datang
Syifa pun memberanikan diri memohon kepada PN Tasikmalaya agar statusnya sebagai wanita di kependudukan dikabulkan menjadi laki-laki.
“Menetapkan Pemohon yang semula berjenis kelamin perempuan dengan nama Syifa berganti dengan jenis kelamin laki-laki dengan nama Afif,” ujar hakim tunggal Zeni Zaenal Mutaqin.
Berikut ini pertimbangan hakim tunggal Zeni :
Dari hasil pemeriksaan tersebut berdasarkan Surat Keterangan Nomor : TU.02.02/B56/044/III/2017 yang dikeluarkan oleh Dokter Penanggung Jawab Pasien RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung, diberi tanda (P.4), yang menerangkan bahwa: jenis kelamin pasien adalah berjenis kelamin laki-laki.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Fatwanya tentang Perubahan dan Penyempurnaan Jenis Kelamin Nomor : 03/Munas – VIII/MUI/2010 tertanggal 27 Juli 2010, menetapkan ketentuan hukum:
- Mengubah alat kelamin dari laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya yang dilakukan dengan sengaja, misalnya dengan operasi kelamin, hukumnya haram;
- Membantu melakukan ganti jenis kelamin sebagaimana point 1 hukumnya haram;
- Penetapan keabsahan status jenis kelamin akibat operasi penggantian alat kelamin sebagaimana point 1 tidak dibolehkan dan tidak memiliki implikasi hukum syar’I terkait penggantian tersebut;
- Kedudukan hukum jenis kelamin orang yang telah melakukan operasi ganti kelamin sebagai mana point 1 adalah sama dengan jenis kelamin semula seperti sebelum dilakukan operasi ganti kelamin, meski telah memperoleh penetapan pengadilan;
Namun Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengizinkan penyempurnaan alat kelamin sebagai berikut:
- Menyempurnakan alat kelamin bagi seorang khunsa yang fungsi alat kelamin laki-lakinya lebih dominan atau sebaliknya, melalui operasi penyempurnaan alat kelamin hukumnya boleh;
- Membantu melakukan penyempurnaan alat kelamin sebagaimana dimaksud pada poin 1 hukumnya boleh;
- Pelaksanaan operasi penyempurnaan alat kelamin sebagaimana dimaksud pada poin 1 harus didasarkan atas pertimbangan medis, bukan hanya berdasarkan pertimbangan psikis semata;
- Penetapan keabsahan status jenis kelamin akibat operasi penyempurnaan alat kelamin sebagaimana dimaksud pada poin 1 dibolehkan, sehingga memiliki implikasi hukum syar’i terkait penyempurnaan tersebut;
- Kedudukan hukum jenis kelamin orang yang telah melakukan operasi penyempurnaan alat kelamin sebagaimana dimaksud point 1 adalah sesuai dengan jenis kelamin setelah penyempurnaan sekalipun belum memperoleh penetapan pengadilan terkait perubahan status tersebut;
Hakim telah mendengar keterangan dari saksi-saksi serta dari Pemohon, di mana Pemohon lebih senang dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh kaum Adam seperti main bola, main layangan dan main kelereng serta lebih senang bermain dengan laki-laki, dilihat dari fisik berkumis, tidak tumbuh payudara, suara dan tingkah laku atau sikapnya memang laki-laki;
Sesuai keterangan saksi Agus Robiansyah selaku ketua RT di lingkungan tempat tinggal Pemohon yang menyatakan masyarakat yang tinggal di sekitar tempat tinggal Pemohon setuju jika secara administrasi jenis kelamin Pemohon diganti dengan jenis kelamin laki-laki.***Jepri Tio