Dejurnal.com, Garut – Publik Garut kembali mempertanyakan fungsi dan kapasitas para security yang nongkrong di tiap instansi atau SKPD Kabupaten Garut. Pasalnya, keberadaan security ini dinilai bukan memberikan kenyamanan malah sering menghambat pelayanan kepada publik.
Seakan tidak berkaca atas beberapa kasus security yang tidak bersahabat dan arogan terhadap masyarakat atau siapapun yang ada keperluan dengan para pemangku jabatan, tidak terlepas baik itu NGO ataupun para wartawan yang akan melakukan tugas jurnalistik, mengeluhkan keberadaan security ini.
Salah satu peristiwa tak nyaman pernah dialami Ketua LSM GAPERMAS Asep Mulyana saat dirinya mendapat undangan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Garut dan mendapat perlakuan yang mengecewakan dari sikap yang ditunjukan Security Rumah Dinas (Rumdin) Sekda.
“Yah kejadian saat itu selepas sholat Jumat (11/06/2021), saya diundang ke rumah dinas oleh Pa Sekda, beberapa soal, saya bukan tidak faham saat ini sedang covid, masa saya selonong boy, ga etis dong, siapa saya dan siapa beliau, makanya saya datang atas undangan, memang ada hal yang perlu dibahas terkait masalah Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH),” tuturnya.
Asep Mulyana melanjutkan, dirinya sangat tersinggung dengan sikap dari security yang berlaku seperti centeng jaman kolonial Belanda.
“Jujur saya tersinggung dengan sikap security tersebut yang tidak mencerminkan pelayanan yang baik, bukan saya tidak tahu aturan atau SOP, saya kan diundang Pak Sekda bukan kobe-kobean,” ujarnya dengan nada geram.
Asep pun mempertanyakan pengadaan “barang” yang namanya security tersebut bersama sumber anggaran dan landasan hukumnya apa.
“Lah kok bisa buat bayar security buat jadi centeng, tapi keberadaan LSM, Ormas dan Wartawan sebagai perwakilan publik tak pernah diperhatikan,” Pungkasnya.
Asep pun berencana mengaudiensikan hal ini agar publik Garut tahu dibayar oleh apa para security ini. “Jika dari APBD harusnya layani rakyat dong, wong makannya dari uang rakyat,” pungkasnya.
Hal senada juga diungkapkan beberapa wartawan yang pernah mengalami hal yang tidak nyaman dari beberapa security di beberapa SKPD.
“Mereka (security) seperti diajarkan untuk berbohong, pejabat ada dibilang tak ada, keluar atau apa saja alasannya,” ujar Esha, salah satu wartawan media ini.
Padahal, lanjutnya, security yang diajari berbohong untuk sebuah “pengamanan” dari sebuah informasi menunjukan ada kebobrokan yang ingin ditutupi di instansi tersebut.
“Jangan ada kesan pimpinan instansi menanamkan “berani jujur, dipecat”,” pungkasnya.
Berkaitan dengan hal ini, Sekretaris Daerah Kabupaten Garut belum bisa dimintai keterangan, saat ditemui di Rumdin security menyampaikan Sekda tak ada di tempat.***Yohannes