CIAMIS,- PJ Bupati Ciamis, H Engkus Sutisna membuka kegiatan Pertemuan Multi Stakeholder dalam rangka Penguatan Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) dalam Pencegahan Perkawinan Anak dan Keluarga Berencana tahun 2024. Di Aula Badan Kepegawaian Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (BKPSDM), Kamis (24/10/2024).
Kegiatan tersebut merupakan salah satu program Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Barat bersama Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Ciamis.
Dilakukan juga penandatanganan kesepakatan bersama tentang pencegahan dan penanganan perkawinan anak melalui pelibatan multi Stakeholder antara 8 perangkat daerah lingkup Provinsi Jawa Barat yaitu Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB), Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD), Dinas Pendidikan (Disdik), Dinas Kesehatan (Dinkes), Dinas Sosial (Dinsos), Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora), Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil), serta Biro Kesejahteraan Rakyat (BKR) Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat
Perjanjian kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui DP3AKB, empat perguruan tinggi, yaitu Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Universitas Siliwangi (UNSIL) dan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati juga komitmen bersama unsur Pentahelix.
Kepala DP3AKB Provinsi Jawa Barat, dr. Siska Gerfianti, M.H.Kes.,Sp.,DLP yang diwakili oleh Kepala Bidang Peningkatan Kualitas Keluarga, drh. Iin Indasari mengatakan, peningkatan kualitas SDM adalah isu strategis yang menjadi salah satu prioritas Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
“Peningkatan kualitas SDM ini harus dimulai dari keluarga, karena keluarga adalah pondasi utama dalam membangun generasi yang kuat, mandiri, dan sehat,” katanya.
Dijelaskan Iin, salah satu ancaman bagi pembentukan keluarga yang berkualitas di Jawa Barat adalah perkawinan anak, perkawinan anak adalah isu yang sangat serius dan memerlukan perhatian khusus.
Menurutnya, berdasarkan data yang ada menunjukkan kalau Jawa Barat masih menghadapi angka perkawinan anak yang cukup tinggi. Dari data yang ada di Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Bandung, jumlah dispensasi kawin di Jawa Barat tahun 2023 sebanyak 4.599 kasus.
“Walaupun secara jumlah menurun dari tahun sebelumnya, namun perkawinan anak ini masih terkategori tinggi dan praktiknya masih banyak terjadi tanpa mekanisme dispensasi kawin atau perkawinan tidak tercatat,” jelasnya.
Iin juga berharap, melalui kegiatan program ini beberapa hal dapat dilakukan untuk memperkuat upaya pencegahan perkawinan anak diantaranya, penguatan peran Puspaga dalam pencegahan perkawinan anak, pengintegrasian perkawinan anak dengan keluarga berencana, kesehatan reproduksi dan ketahanan keluarga.
“Pelibatan tenaga lapangan, tokoh masyarakat, tokoh agama dan local champion lainnya sampai ke tingkat desa/kelurahan dalam edukasi dan penyadaran kepada masyarakat. Kolaborasi lintas sektor dan seluruh unsur Pentahelix,” terangnya.
Pj. Bupati Ciamis, Engkus Sutisna sangat mengapresiasi kegiatan yang digelar DP3AKB Provinsi Jawa Barat tersebut, dikatakannya, perkawinan anak merupakan pelanggaran atas pemenuhan hak, hal tersebut sebagaimana amanah dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta dari perlindungan kekerasan dan mendapat diskriminasi.
Menurutnya, perkawinan di bawah umur memiliki peluang lebih besar untuk mengalami kekerasan fisik, psikis, seksual, dan penelantaran, perkawinan usia anak juga memiliki dampak antar generasi.
Bayi yang dilahirkan oleh pasangan di bawah umur, memiliki resiko kematian lebih tinggi, dan kemungkinannya dua kali lebih besar untuk meninggal sebelum usia satu tahun.
“Bayi juga memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk lahir prematur, dengan berat badan lahir rendah, dan kekurangan gizi,” katanya.
Dijelaskannya, sampai saat ini Pemerintah Kabupaten Ciamis melalui DP2KBP3A terus melakukan upaya pencegahan perkawinan anak melalui kegiatan sosialisasi bahaya perkawinan anak. Sosialisasi juga dilaksanakan oleh Forum Anak Daerah (FAD) Kabupaten Ciamis. Hal itu sejalan dengan 5 amanat Presiden Republik Indonesia yaitu tentang stop perkawinan anak.
“Mencegah dan mengurangi jumlah perkawinan anak di Kabupaten Ciamis menjadi tanggung jawab kita bersama,” jelasnya.
Engkus berharap dengan adanya kegiatan tersebut dapat mencegah dan mengurangi jumlah perkawinan anak di Kabupaten Ciamis khusus nya dan di Jawa Barat pada umumnya, sehingga pemenuhan dan perlindungan terhadap hak anak bisa dilaksanakan sebagaimana mestinya.
“Anak merupakan amanah dari Alloh yang harus terus di jaga dan di lindungi. Memaksa anak untuk melakukan perkawinan di bawah umur atau terpaksa menikah karena sesuatu hal merupakan pelanggaran terhadap hak anak,” ujanya.
Engkus juga mengatakan, anak-anak rentan akan kehilangan hak dalam bidang pendidikan, kesehatan, pemenuhan gizi, perlindungan dari kekerasan, eksploitasi, dan tercabut dari kebahagiaan masa anak-anak.
“Konsekuensi perkawinan anak di bawah umur, anak akan berisiko mengalami kekerasan dan perlakuan salah, meningkatnya ketergantungan ekonomi, kehilangan hak untuk menentukan serta berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, menghadapi kehidupan rumah tangga yang tidak berkualitas, rentan mengalami diskriminasi serta status sosial yang rendah di masyarakat,” ungkapnya.
Sementara itu Kepala DP2KBP3A Kabupaten Ciamis, Dr. Dian Budiana mengatakan pencegahan pernikahan anak merupakan masalah bersama dan diperlukan sinergitas dari beberapa pihak dalam menanganinya.
Untuk itu dalam kegiatan tersebut pihaknya mengundang beberapa organisasi perempuan, juga organisasi lainnya seperti KNPI, Karang Taruna, Organisasi profesi dan seluruh Stakeholder lembaga pemerintahan.
“Kita harus bersinergi dalam mengatasi pernikahan anak sesuai dengan peran dan tugasnya masing-masing,” katanya.
Menurut Dian pernikahan anak wajib dicegah untuk mengurangi angka kelahiran anak stunting. Adanya kolaborasi dengan berbagai pihak ini, akan ada pergerakan dalam upaya penurunan stunting di Kabupaten Ciamis khususnya dengan keterlibatan organisasi perempuan.
“Kita akan satukan cara pandang dan tugasnya sehingga dengan info dari mereka nanti akan bergerak sesuai dengan strategi yang dikembangkan di masing-masing organisasi,” ujarnya.
Dian juga menjelaskan, Puspaga bertugas memberikan layanan konseling, konsultasi, dan informasi terkait pengetahuan dan keterampilan menjadi orang tua. Menyelenggarakan program pendidikan pengasuhan, keterampilan melindungi anak, dan meningkatkan partisipasi anak dalam keluarga serta meningkatkan kualitas kehidupan keluarga dan ketahanan keluarga.
“Jadi yang utama itu hal terkecil adalah keluarga. Peran Puspaga sebagai unit layanan yang memberikan solusi dan layanan terpadu bagi keluarga dan anak,” ujarnya.
Dian berharap kolaborasi program dari berbagai organisasi keluarga serta instansi terkait dapat tepat sasaran menurunkan dan mencegah perkawinan anak sehingga dapat mencegah angka stunting
“Mudah-mudahan dengan pencegahan pernikahan anak ini secara otomatis menurunkan kelahiran stunting tetapi nanti melahirkan generasi anka penerus bangsa yang sehat dan cerdas,” pungkasnya. (Nay)**