Dejurnala.com, Bandung – Sejumlah mesin pengolah sampah di Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Oxbow Cicukang Mekarrahayu Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung tidak berfungsi karena rusak. Namun, karena TPST tersebut belum diserahterimakan dari pemerintah pusat sepenuhnya ke pihak Pemda Kabupaten Bandung maka Pemkab Bandung tidak bisa menganggarkan untuk perbaikan mesin.
Sekitar lima mesin pengolah sampah di TPST Oxbow ketika di bawah pendampingan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) masih bisa beroperasi, namun selepas pemdapingan, sekitar setahun ini mesin-mesin pengolah sampah sudah tidak berfungsi.
Menurut Kepala Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD) TPST Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bandung, Agung Kurniawan, semenjak penyerahan opersional dari selesai pendampingan karena sejumlah mesin di TPST tidak berfungsi maka DLH Kabupaten Bandung melakukan langkah – langkah strategis guna mengatasi sampah yang dikirim dari masyarakat.
“Kami menyediakan mesin pengolah sampah, yang awalnya 2 unit, kemudian ditambah 3 unit sehingga kini menjadi 5 unit mesin pengolahan,” kata Agung saat dihubungi di Kantor DLH Kabupaten Bandung di Soreang, Selasa (4/2/2025).
Untuk melakukan pengolahan sampah yang masuk bercampur antara samalah organik dan anorganik, menurut Agung diolah oleh 33 personil
(operator). Ke- 33 personil tersebut direkrut kembali, dari personil di masa pendampingan dan diseleksi kembali.
Menurut Agung, sebelum TPST Oxbow Mekarrahayu diserahkan ke Pemda Bandung jangankan untuk memperbaiki mesin pengolah sampah yang rusak, menggunakan listrik untuk 5 mesin alternatif dari DLH pun tidak bisa, maka pihaknya menggunakan mesin dengan bahan bakar solar.
“Dengan posisi sekarang bisa menyelesaikan sampah 6 – 7 ton perhari, yang masing – masing mesin itu menggunakan tenaga 5 orang,” kata Agung.
Menurut Agung, dari bulan Mei 2022 sampai sekarang pihaknya sudah mampu menyelesaikan sampah, dengan cara dipilah dulu dengan tim pemilah yang berjumlah 4 orang, lalu masuk ke mesin gibrig, kemudian dari mesin gibrig ada bubur organik, ada bahan untuk bisa diproses ke pemoprosesan RDF yang bisa diselesaikan di Puspa Jelekong.
“Untuk residunya kita masukan kedalam bak yang kondisi sekarang masih dibuang ke TPA setiap hari yang dilakukan dalam seminggu 3 kali (3 rit) untuk dibuang ke TPA hasil dari pengolahan mesin gibrik. Sedangkan sampah organik ada yang diselesaikan dengan metode bio konversi margot yang tiap harinya bisa menyelesaikan sampah sampai 400 Kg,” kata Agung.
Agung mengakui kalau sampah yang masuk dan menumpuk di depan hanggar TPST Oxbow Mekarrahayu itu berada di lahan PT Waitex dan pemilik PT Waitex ini tidak memungut sewa.
Sampah yang masuk saat ini kata Agung
dari Desa Mekarrahayu ada 8 RW, namun itupun tidak semua KK. Kemudian dari Desa Margaasih Kecamatan Margaasih, dan dari Desa Margahayu Selatan Kecamatan Margahayu.
“Memang kita mendata eksisting yang masuk ada juga dari Pasar Segar. Terus kita menuju bagaimana secara bertahap seluruh RW di Desa Mekarrahayu bisa selesai sampahnya melalui sistem. Kita di data itu di 9 ton, walaupun dari data untuk hari Senin lebih dari 10 ton, pokoknya pluktuaktif, kalau dirata – ratakan di angka 9 – 10 ton perharinya. Makanya kapasitas kita baru diangka 7 ton. Kita juga tidak memungut retribusi
dari sampah yang masuk, tapi lebih kepada pemberdayaan,” bebernya.
Agung mengaku merasa optimistis bisa mengelola sampah 10 ton. Apalagi menurutnya di tahun 2025, pimpinan akan memasang 1 line RDF sama seperti Puspa Jelekong, dengan kapasitas 1 line sampai 10 ton perhari.
“Sekarang kan di angka 7 ton, itu bisa 10 ton itu bisa net. Di Undang – undangnya yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan sampah itu setiap orang. Alhamdulilah komitmen kita dalam hal ini DLH dan Pemdes beserta perangkat wilayah juga dalam arti komit bersama untuk membangun sistem dari hulu, sehingga ketika di TPST bukan dari nol untuk menyelesaikan sampahnya, tapi tahapan selanjutnya yang sudah ada dari sumber,” Kata Agung.* Sopandi