Dejurnal.com, Garut – Haru biru kepulangan jemaah haji asal Kabupaten Garut yand disambut keluarga di area Pendopo Garut tiba-tiba menjadi kepanikan dan kekecewaan. Pasalnya, suasana yang terasa sakral mendadak berubah setelah dua orang dilaporkan menjadi korban aksi pencopetan.
Peristiwa aksi copet yang terjadi sekitar pukul 09.00 WIB Minggu pagi (22/6/2025), merubah suasana ribuan warga yang tumpah ruah di lokasi menjadi kecewa dan panik.
“Sedih sekali. Ini seharusnya jadi hari yang membahagiakan. Tapi justru ada kejadian begini,” ujar Iwan, warga yang menjemput ibunya dari kloter ketiga.
Salah satu korban pencopentan, Nida (18), putri dari seorang tokoh pondok pesantren di Garut. Ia kehilangan ponsel yang disimpan di saku bajunya saat tengah menunggu bagasi ayahnya.
“Ada yang nyolek, sempat curiga. Tapi pas dicek, ponsel sudah hilang. Kami yakin itu dicopet,” ungkap sang paman.
Korban lain berasal dari Kecamatan Samarang, yang kehilangan ponsel sekaligus dompet. Meski belum bersedia disebutkan namanya, korban melaporkan kehilangan kepada petugas yang berada di lokasi.
Terkait hal itu, koordinator pengamanan internal acara, Dani Rusdani, membenarkan adanya aksi pencopetan. Ia menyebut pelaku yang ditangkap merupakan bagian dari komplotan yang telah mengincar momen keramaian.
“Satu pelaku berhasil kita amankan, tapi ada satu lagi yang lolos saat kerumunan makin padat. Ini bukan pelaku tunggal,” katanya.
Dari pelaku yang diamankan, polisi berhasil menyita dua unit handphone dan satu dompet. Pelaku kini telah diserahkan kepada Polres Garut untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Namun peristiwa ini menimbulkan pertanyaan besar soal kesiapan pengamanan. Banyak warga menilai petugas terlalu pasif dan tidak memiliki sistem pengawasan yang memadai untuk acara sebesar ini.
“Ini bukan konser atau bazar. Ini penyambutan haji, acara keagamaan yang sakral. Tapi kenapa pengamanannya bisa setengah hati?” kritik Ujang, warga Kecamatan Tarogong Kidul.
Warga mendesak agar Pemerintah Kabupaten Garut, Kementerian Agama, serta pihak kepolisian segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengamanan.
Mereka berharap agar penyambutan jemaah haji di masa mendatang dilengkapi dengan pengamanan berlapis, kamera pengawas, dan koordinasi yang lebih ketat antara aparat dan panitia.
“Bukan hanya berdiri dan lihat-lihat. Harus ada patroli, pemantauan, dan titik-titik rawan dijaga. Jangan tunggu kejadian baru bertindak,” tegas warga lainnya.
Kejadian ini menjadi peringatan keras bahwa kejahatan bisa terjadi kapan saja, bahkan dalam momen paling sakral sekalipun. Keamanan warga tidak boleh dikorbankan karena kelengahan atau ketidaksiapan.**Willy