Dejurnal.com, Ciamis,- Kejaksaan Negeri (Kejari) Ciamis resmi menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) SMKN 1 Cijeungjing, Kabupaten Ciamis, tahun anggaran 2023.
Kepala Kejari Ciamis, R. Sudaryono, S.H., M.H., menjelaskan bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah tim penyidik menemukan kerugian negara sebesar Rp2,77 miliar berdasarkan hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jawa Barat.
“Proses penyidikan telah dilakukan secara mendalam. Hingga kini, sedikitnya 27 saksi telah dimintai keterangan, termasuk ahli fisik dari Politeknik Negeri Bandung yang turut melakukan pengecekan langsung ke lokasi pembangunan,” ujarnya.
Dikatakan Sudaryono dari rangkaian penyidikan, Kejari menilai telah terpenuhi minimal dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan tersangka.
“Atas dasar itu, hari ini kami umumkan empat orang sebagai tersangka,” ucapnya.
Menurut Sudaryono ada empat tersangka masing-masing berperan dalam proses pembangunan USB SMKN 1 Cijeungjing tersebut yaitu EK selaku PPK Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, JP kontraktor pelaksana, serta dua konsultan pengawas berinisial S dan IS.
“Para tersangka akan kami tahan sementara selama 20 hari untuk kepentingan penyidikan,” tegasnya
Sudaryono menyebutkan para tersangka diduga melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasi Pidsus Kejari Ciamis, M. Herris Priyadi, S.H., mengungkapkan adanya sejumlah penyimpangan yang menyebabkan bangunan SMKN 1 Cijeungjing tidak layak fungsi.
Baca juga : Pembangunan SMKN 1 Cijeungjing Masih Dalam Pengerjaan Sudah Pada Rusak
Baca juga : Pembangunan SMKN 1 Cijeungjing Di Selidiki Kejari Ciamis, Diduga Ada Kerugian Negara
Menurut Herris, EK selaku pengendali kontrak dan JP sebagai pelaksana proyek tidak melaksanakan tanggung jawab sesuai perjanjian. Mereka bahkan menunjuk personel yang tidak tercantum dalam kontrak.
Sementara itu, konsultan pengawas S dan IS terbukti tidak mengirimkan tenaga ahli bersertifikat sebagaimana ditawarkan. Hanya IS yang dikirim, namun tidak memiliki kualifikasi sesuai kontrak.
“Konsultan harus profesional karena merekalah yang memastikan kualitas bangunan. Namun dalam kasus ini, pengawasan lemah sehingga terjadi penurunan konstruksi dan bangunan gagal fungsi,” jelas Herris.
Dari hasil audit, kerugian negara terdiri dari Rp2,6 miliar dalam kontrak pembangunan dan sekitar Rp97 juta dari konsultan.
Lebih lanjut, Herris menegaskan bahwa penetapan tersangka hanya berdasarkan alat bukti yang sah. Saat ini, belum ada rencana penambahan tersangka baru.
Ia menambahkan, penanganan perkara korupsi tidak hanya berhenti pada pemidanaan, tetapi juga pemulihan kerugian negara.
“Pemulihan bisa dilakukan melalui pengembalian kerugian secara sukarela oleh terdakwa atau dengan perampasan aset sesuai putusan pengadilan,” pungkasnya (Nay Sunarti)