Dejurnal.com, Jakarta – Dewan Pers mengapresiasi sikap Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya dalam kasus tindak pidana kekerasan dan menghalang – halangi tugas jurnalistik yang menimpa Nurhadi Wartawan Tempo dalam amar putusan dibacakan di Ruang Sidang Cakra, Surabaya, Rabu (12/1/2022).
Majelis hakim telah memutuskan kedua tersangka polisi aktif divonis bersalah dan terbukti melakukan kekerasan terhadap jurnalis tempo serta menjunjung tinggi kemerdekaan pers dan memastikan kerja jurnalistik berjalan baik dengan menggunakan kerangka Pasal 18 ayat (1) dalam Undang-undang Nomor. 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Ketua Komisi Hukum Dewan Pers, Agung Dharmajaya, mengungkapkan, Pengadilan Negeri Surabaya, Jawa Timur, telah menorehkan sejarah besar pada putusan perkara yang menimpa wartawan Tempo Nurhadi.
Majelis hakim dalam penanganan perkara tersebut, telah menggunakan pertimbangan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers pada saat memutuskan dua orang pelaku yang merupakan polisi aktif dengan dijatuhi hukuman penjara masing-masing 10 bulan serta restitusi dan denda kepada korban lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut yang meminta 18 bulan penjara.
Menurutnya, selama ini jurnalisme selalu mendapatkan sisi yang tidak menguntungkan di dalam sejarahnya. Kekerasan kepada wartawan, penyensoran maupun penghalang-halangan kerja jurnalistik merupakan isu yang sudah sejak lama terjadi di Indonesia dan sering dialami banyak rekan-rekan jurnalis, misalnya dalam kasus Demo Undang-undang Cipta Kerja di berbagai daerah dan kasus-kasus lainnya.
Putusan atas kasus kekerasan kepada Nurhadi ini menjadi sebuah momentum yang menegaskan bahwa sebagai sebuah profesi yang diamanatkan oleh undang-undang untuk mendukung kemerdekaan pers dan menyampaikan informasi untuk kepentingan publik, wartawan harus dihormati, didukung dan dilindungi oleh dan demi seluruh rakyat indonesia.
“Dewan Pers menghargai segenap dukungan yang diberikan oleh Konstituen Dewan Pers, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, rekan-rekan wartawan, lembaga-lembaga dan seluruh insan pemangku kepentingan yang menjaga kemerdekaan pers yang telah turut serta mendukung dan mengawal berjalannya kasus ini hingga para pelaku dijatuhi putusan bersalah,” kata Agung, Rabu (12/1/2022).
Dewan Pers mengingatkan bahwa wartawan wajib bekerja secara profesional dalam melaksanakan kerja jurnalistik, menghormati peraturan perundangan-undangan yang berlaku sekaligus mendapatkan perlindungan dalam prosesnya. Merupakan kewajiban bersama Dewan Pers, Perusahaan Pers, Organisasi Pers dan seluruh stakeholders di bidang pers untuk turut serta menjaga kualitas dan memastikan insan pers mendapatkan perlindungan yang layak dari segala tindak kekerasan dan ketidak adilan.
“Dewan Pers berharap korban Nurhadi segera kembali bertugas menjalankan profesi wartawan dan menghasilkan karya-karya jurnalistik yang baik,” kata Agung.
Dijetahui, kasus kekerasan yang dialami Nurhadi terjadi pada 27 Maret 2021 lalu, saat Nurhadi mendapat tugas untuk mewawancarai terduga kasus suap pajak, Angin Prayitno Aji.
Bekas Direktur Pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan itu sedang menggelar resepsi pernikahan anaknya di Graha Samudera Komando Pembinaan Doktrin Pendidikan dan Latihan TNI Angkatan Laut Morokrembangan Surabaya. Nurhadi ditangkap dan dibawa ke musala di belakang gedung megah itu.
Di tempat itu Nurhadi dianiaya, mulai dari ditampar, dijambak sambil diinjak kakinya, dipukul tengkuk dan bibirnya, serta dipiting. Menurutnya pelaku penganiayaan dua oknum polisi dan sejumlah pengawal Angin.
“Mereka bilang tak gentar bila ada serangan balik dari opini kawan-kawan media akibat penganiayaan itu,” kata Nurhadi, dikutip dejurnal.com dari tempo.co.id.
Pelaku juga merampas telepon seluler korban, menghapus isinya dan mematahkan kartunya. Nurhadi sempat disekap di Hotel Arcadia di kawasan Jembatan Merah selama dua jam.
Belakangan pelaku yang diduga melakukan kekerasan itu mengaku dari Satuan Pembinaan Masyarakat memberi Nurhadi uang Rp 600 ribu sebagai bentuk tutup mulut. Mereka juga mengantar korban pulang ke Sidoarjo. Namun, uang tersebut ditolak oleh korban.***Red