Dejurnal.com, Bandung — Anggota Komisi II DPRD Provinsi Jawa Barat dari Fraksi Gerindra, Dede Kusdinar, SE, mengapresiasi Forum Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan GEMA PS Kabupaten Garut, dimana hal ini layak untuk menjadi contoh nasional karena berhasil memadukan pendekatan ilmiah, gerakan sosial, dan advokasi kebijakan.
“Saya mengapresiasi GEMA PS sebagai gerakan yang tak hanya berbasis semangat rakyat, tapi juga bertumpu pada dasar ilmu pengetahuan dan legitimasi hukum. Ini membuktikan bahwa desa bisa bangkit dengan kekuatan kolektif yang diarahkan secara akademis dan dikawal secara politik,” ujar Dede Kusdinar, Kamis (20/6/2025).
Legislator asal Dapil Garut ini menyampaikan terima kasih kepada para tokoh nasional dan akademisi yang telah memberikan mentoring kepada kepala desa dalam memahami skema perhutanan sosial.
“Saya ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada para tokoh nasional seperti Prof. San Afri Awang dan Ketua Umum GEMA PS. Pendekatan edukatif ini sangat penting. Kepala desa tak cukup hanya diberi surat izin, tapi harus dibekali pengetahuan,” kata Dede.
Menurut Dede, pengelolaan kawasan hutan oleh masyarakat harus dikawal dengan sinergi antara sains kehutanan, tata kelola pemerintahan desa, dan advokasi regulatif, sehingga menghasilkan desa yang kuat secara ekonomi, mandiri secara kelembagaan, dan lestari secara ekologis.
Baca juga : Gema PS Gelar FGD Memperkuat Ekonomi Masyarakat Melalui Perhutanan Sosial
Sementara itu, Dadan Nugraha, S.H., advokat sekaligus pemerhati kebijakan publik, menyatakan bahwa gerakan seperti GEMA PS perlu pendampingan hukum yang kuat agar dapat berhadapan dengan birokrasi, perusahaan, dan bahkan konflik antar kepentingan secara setara.
“Saya sedang menyusun rekomendasi hukum dan resume regulasi yang dapat digunakan desa-desa dalam proses pengakuan legalitas KHDPK dan perhutanan sosial. Desa harus masuk ke gelanggang hukum, bukan hanya di lapangan,” kata Dadan.
DPC GEMA PS Kabupaten Garut yang diketuai oleh Ganda Permana, S.H., kini telah membina dan mengorganisasi 183 desa yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan negara. Melalui FGD ini, desa-desa mendapatkan pemahaman menyeluruh tentang legalitas, kelembagaan, tata kelola kawasan, serta potensi ekonomi berbasis ekologi.
“Kegiatan ini dinilai menjadi momentum penting untuk mendorong perhutanan sosial sebagai ujung tombak pembangunan desa berbasis ilmu, kebijakan publik, dan peran aktif legislatif,” pungkasnya.***Red