Dejurnal.com, Garut — Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Garut terus memperkuat tata kelola pemerintahan desa melalui pendekatan digital dan kolaboratif. Salah satu upaya konkret dilakukan lewat sosialisasi fasilitasi kerja sama antardesa, yang bertujuan untuk menciptakan sistem pemerintahan desa yang lebih transparan, terukur, dan berbasis teknologi informasi.
Kepala Bidang Kerja Sama Antar Desa, Asep Purnama Alam, dalam wawancaranya pada Rabu (9/7/2025), mengungkapkan bahwa DPMD saat ini tengah menggenjot penerapan sistem digital dalam perencanaan hingga pengelolaan anggaran desa. Sistem ini tidak hanya mendukung efisiensi birokrasi, tetapi juga mengurangi risiko penyimpangan administrasi.
“Melalui sistem APBDes digital, kita ingin memastikan bahwa proses perencanaan dan pengadaan barang dan jasa tidak lagi dilakukan secara manual. Ini bagian dari langkah pencegahan penyimpangan oleh oknum, serta untuk meningkatkan akuntabilitas,” ujar Asep.
Asep menegaskan bahwa digitalisasi bukan berarti mengabaikan kearifan lokal yang telah lama menjadi bagian dari kehidupan masyarakat desa. Justru, sistem digital dirancang untuk memperkuat apa yang sudah berjalan dengan baik, sekaligus mempercepat transformasi desa agar lebih adaptif terhadap perubahan zaman.
Namun diakuinya, keterbatasan infrastruktur dan penyedia layanan digital di desa masih menjadi tantangan utama. Untuk itu, DPMD mengambil peran aktif sebagai fasilitator, terlebih sejak perubahan status kecamatan yang kini menjadi satuan kerja perangkat daerah (SKPD).
“Program pusat datang seperti hujan deras. Kalau tidak direspons dengan kesiapan dari para Kasi PMD dan Sekretaris Desa, akan ada potensi ketidakteraturan dalam implementasi kegiatan,” imbuhnya.
Dalam kegiatan sosialisasi tersebut, Asep menyoroti pentingnya kerja sama antar desa dalam dua sektor utama: pengelolaan keuangan dan aset desa. Menurutnya, dua aspek ini menjadi fondasi penting dalam membentuk sinergi pembangunan desa yang produktif.
“Misalnya dalam pengelolaan aset, jangan sampai Badan Usaha Milik Desa Bersama (Bumdesma) hanya mewarisi eks PNPM Mandiri yang tidak berkembang. Kita dorong Bumdesma untuk bisa bergerak lintas kecamatan,” jelasnya.
Tak hanya sebatas internal, kerja sama dengan pihak ketiga seperti koperasi, lembaga keuangan, atau investor lokal juga sangat dibutuhkan. Tujuannya adalah mempercepat peningkatan Pendapatan Asli Desa (Peades), yang selama ini masih bergantung pada Dana Desa.
“Kalau hanya mengandalkan Dana Desa, peningkatan ekonomi butuh waktu panjang. Kolaborasi strategis—misalnya di sektor wisata, pengelolaan sumber daya alam, atau usaha mikro—bisa menjadi solusi,” tambah Asep.
Mengacu pada Permendagri Nomor 96 Tahun 2017 tentang Kerja Sama Desa, Asep menekankan pentingnya transparansi dan kesetaraan dalam menjalin kerja sama, baik antar desa maupun dengan mitra eksternal. Setiap bentuk kerja sama harus dituangkan dalam perjanjian resmi, lengkap dengan hak, kewajiban, dan mekanisme teknis seperti pengadaan barang dan jasa.
“Jika kerja sama datang dari pihak ketiga, mereka wajib mengajukan proposal resmi. Desa punya hak penuh untuk menerima atau menolak. Tidak boleh ada paksaan atau monopoli,” tandasnya.
Sebagai bentuk pengawasan, DPMD Garut berkomitmen untuk melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala terhadap setiap bentuk kerja sama yang telah berjalan. Proses ini mencakup evaluasi kelembagaan seperti Bumdesma, koperasi desa, dan seluruh instrumen kolaborasi yang ada.
Akhir dari semua ini, menurut Asep, adalah terciptanya desa yang mandiri, produktif, dan mampu membangun dari dalam. Dengan dorongan sistem digital yang semakin kuat serta semangat gotong royong dan kolaborasi lintas desa, tata kelola pemerintahan desa di Garut diharapkan menjadi model pembangunan desa yang modern namun tetap berpijak pada nilai-nilai lokal.**Willy