Dejurnal.com, Bandung – Wakil Ketua Apdesi Kabupaten Bandung, yang juga Kepala Desa Rahayu, Kecamatan Margaasih H. Dadang Suryana mengaku tak ada masalah dalam menghadapi wartawan.
“Bagi saya, siapa pun wartawannya, dari media apapun itu, online atau cetak tidak ada masalah. Prinsipnya, kita itu tidak sempurna. Karena biasanya kesalahan itu oleh diri sendiri tidak ketahuan, tapi oleh orang lain ketahuan. Ada peribahasa, semut di seberang lautan kelihatan, tapi gajah di oelupuk mata tidak kelihatan, ” kata H. Dadang Suryana di kantornya, Selasa (2/11/2021).
Hal itu diungkapkannya menanggapi pernyataan Bupati Bandung Dadang Supriatna yang menyebutkan, banyak wartawan gentayangan ke desa sehingga para Kades takut mencairkan anggaran. Sehingga bupati meminta PWI untuk meluruskan wartawan-wartawan itu.
Pernyataan yang disampaikan saat sambutan sekaligus membuka Konferensi Kerja PWI Kabupaten Bandung di Hotel Sutan Raja, Senin (1/11/21) menuai reaksi dari para wartawan di luar PWI.
Bagi H. Dadang Suryana, bukan masalah takut dan tidak takut. Kalau dari aspek manfaat untuk memperbaiki kesalahan menurutnya kehadiran wartawan itu bagus.
“Jadi yang mesti dihidupkan oleh kepala desa dan para wartawan itu, merujuk pada salah satu perintah agama dalam rangka watawassaubil hak, watawasaubissob. Saling menasehati dalam kebenaran dan saling menasehati dalam kesabaran,” terangnya.
H. Dadang Suryana menduga jika ada kepala desa yang takut oleh wartawan, yakni wartawan yang suka membuat berita tanpa klarifikasi.
“Istilahnya tidak tabayun, tanpa konfirmasi tiba-tiba munculah berita di surat kabar,” imbuhnya.
Yang kedua, menurut H. Dadang Suryana kepala desa pun harus memposisikan diri, butuh dengan wartawan. “Kalau memang ingin menyempurnakan, meskipun tidak bisa, tapi meminimalisir kesalahan kita. Kita harus merasa butuh oleh wartawan,” ujarnya.
H. Dadang Suryana menilai salah jika kepala desa takut oleh wartawan. “Karena sekecil apapun kesalahan orang dan tidak mau diketahui tapi malaikat tetap tahu. Wartawan seribu satu cara bisa lah dihindari dan bisa dibohongi,” katanya.
Untuk itu, kata H. Dadang Suryana, antara wartawan dan kepala desa atau dengan jabatan mana pun satu hal yang tidak bisa dipisahkan. “Saya sebagai kepala desa merasa butuh dengan wartawan untuk meminimalisir kesalahan. Jadi kalau kita salah itu tidak salah terus,” jelasnya.
Di sisi lain, menurutnya wartawan pun memerlukan kepala desa sebagai salah satu nara sumber bahan pemberita. “Tetapi apa pun pemberitaan itu, apa lagi sesuatu yang buruk harus ada klarifikasi. Tabayun lah. Yang paling pokok niatnya dalam rangka saling menasehati,” terangnya.
Intinya, menurut H. Dadang, kehadiran wartawan itu diperlukan, sebagai kontrol sosial untuk menyempurnakan kekurangan diri, tetapi bukan wartawan yang tidak menjalankan tupoksinya.*** Sopandi